Ketua Komisi VII DPR

Tingkatkan Produksi dan Tekan Impor, Ketua Komisi VII : Produksi Aluminium Sangat Bergantung Pada Pasokan Listrik

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Toba Samosir, Sumatera Utara, Ruangenergi.com Dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) di di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut), Komisi VII DPR RI mendapati informasi bahwa dibutuhkan setidaknya 14.000 kWh energi listrik untuk memproduksi satu ton aluminium. Inilah yang terjadi pada PT Inalum dalam memproduksi alumunium yang berlokasi di Asahan, Sumut.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dalam Kunspek tersebut mengatakan, pasokan listrik yang didapatkan oleh Inalum berasal dari dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik Inalum di Kabupaten Toba Samosir, Sumut.

“Sumber air untuk pembangkitan diperoleh sepenuhnya dari pengaliran air Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba. PLTA Sigura-gura sepenuhnya memperoleh energi penggerak turbin dari pemanfaatan potensi air dari aliran Sungai Asahan. Pengaliran air Danau Toba ke Selat Malaka hanya dapat dilakukan melalui Sungai Asahan,” terang Sugeng, (16/11).

Ia menambahkan, sumber air Sungai Asahan ditampung di Bendungan Penadah Air Sigura-gura. Bendungan ini berjarak 9 kilometer dari Bendungan Pengatur. Bendungan Penadah Air Siguragura terletak di Desa Simorea.

Kunspek Komisi VII DPR ke PT Inalum

“Kunci produksi aluminium adalah tersedianya sumber daya energi listrik yang murah serta bahan baku alumina. Listrik merupakan komponen penting dalam proses produksi aluminium,” ungkap Sugeng.

Kunjungan Komisi VII DPR ke PT Inalum tersebut yakni ingin melihat dari dekat kegiatan produksi alumunium yang dilakukan oleh PT Inalum. Selain dua PLTA, ada tiga bendungan milik Inalum. Di mana, tiga bendungan itu Bendungan Pengatur, Bendungan Sigura-gura, dan Bendungan Tangga. Sementara dua PLTA, yaitu PLTA Siguragura dan PLTA Tangga.

“Fasilitas pembangkitan ini memiliki peran penting dalam memasok energi listrik untuk kelangsungan produksi di Pabrik Peleburan Aluminium di Kuala Tanjung,” paparnya

Belakangan ini, terang Sugeng, PT Inalum sedang meningkatkan kapasitas produksi aluminium dari 300 ktpa menjadi 500 ktpa. Dengan adanya kenaikan kapasitas tersebut, dibutuhkan pasokan listrik yang sustainable dan terjangkau.

Salah satunya dengan melakukan akusisi PLTA Asahan 1 (PT BDSN) dan 3 (PT PLN). Namun terdapat beberapa kendala. Saat ini, lanjutnya, PLN masih enggan melepas Asahan 3 kepada PT Inalum.

Butuh pertemuan antara kedua belah pihak untuk menemukan win-win solution pada permasalahan tersebut. Di hadapan para mitra kerja yang hadir, Sugeng meminta penjelasan dan informasi mengenai peningkatan kapasitas produksi PLTA Siguragura milik PT Inalum.

“Kami berharap seluruh permasalahan terkait peningkatan kapasitas produksi PLTA Siguragura PT Inalum (Persero) ini dapat berjalan dan teratasi dengan baik,” bebernya Sugeng.

Produksi Meningkat, APBN Aman

Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga, yang mengikuti Kunspek tersebut menuturkan, bila kapasitas produksi PT Inalum meningkat, hal ini tentunya keuangan negara bisa dihemat dan diselamatkan. Artinya, APBN tidak tergerus lagi untuk mengimpor kebutuhan aluminium di dalam negeri.

Ia menjelaskan, pasalnya kapasitas produksi PT Inalum tak kunjung meningkat sejak tahun 1976 silam. Di mana, kekurangan produksi alumunium untuk kebutuhan di dalam negeri selalu ditutup dengan impor, hal tersebut tentunya menggerus cadangan devisa negara.

“Produksi Inalum belum berkembang sejak 1976 sampai hari ini. Dari direksi sebelumnya juga belum terdengar ada rencana penambahan kapasitas. Kalau Inalum kita biarkan, berarti kita impor 748 ribu ton aluminium, akan tergerus juga devisa kita. Kalau Inalum berhasil mengembangkan produksinya sampai 500 ribu ton, berarti yang diuntungkan APBN kita,” tuturnya.

Ia menegaskan, kekurangan kapasitas produksi yang dialami oleh PT Inalum tengah menjadi sorotan di Komisi VII DPR. Di mana, untuk meningkatkan produksi tentunya membutuhkan pasokan listrik yang sangat besar.

Ia menjelaskan, pasokan listrik dari dua PLTA milik Inalum, selama ini disinyalir belum cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam kegiatan operasionalnya.

“Di sinilah pentingnya keberadaan Komisi VII untuk melihat dari dekat persoalan yang ada. Pasokan listrik bisa ditambah dari PLTA milik PLN. Komisi VII akan memfasilitasi bagaimana kekurangan listrik 600 MW ini bisa dipenuhi,” tutup Lamhot.