Transformasi Pengelolaan DAS & Suplai Energi Terbarukan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

DAERAH Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang memerlukan penanganan holistik integratif mulai dari hulu sampai ke hilir sesuai daya dukungnya. Dalam konteks tersebut maka babak baru keberhasilan pengelolaan DAS tidak akan terlepas dari berbagai inisiasi inovatif yang harus dikembangkan secara terus-menerus dari sisi teknis, manajemen, sosial, ekonomi, budaya, hukum, administrasi bahkan politik.

Pengelolaan DAS yang dilakukan secara konvensional seperti saat ini pada kenyataannya masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum menemukan penyelesaian. Salah satu persoalan dan tantangannya adalah di dalam wilayah DAS terdapat wilayah-wilayah otonom yang antara satu dengan lainnya masih belum saling bersinerji, bahkan terkadang terjadi irisan.

Penanganan berbagai isu, permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan DAS telah lama dilakukan, namun belum menampakkan hasil seperti yang diharapkan. Kompleksitas permasalahan DAS dan penanganannya yang masih bersifat sporadis disebabkan belum ada satupun institusi yang memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan DAS mulai dari hulu sampai hilir.

Transformasi pengelolaan DAS dari bentuk pengelolaan konvensional menuju pengelolaan berbasis lembaga mandiri dengan otonomi khusus merupakan terobosan dalam upaya meningkatkan kinerja pengelolaan DAS.

Pembentukan Badan Otorita DAS merupakan langkah strategis sebagai wadah perencana sekaligus pengelola DAS yang memiliki posisi tawar, fleksibilitas dan ruang gerak serta dinamika yang tinggi. Transformasi mendesak dapat diprioritaskan dalam pengelolaan DAS yang memberikan kontribusi strategis dan vital untuk ketahanan nasional.

Ketahanan nasional yang terkait dengan dukungan transformasi pengelolaan DAS, salah satunya adalah ketahanan energi. Energi yang dapat disokong oleh air yang berasal dari DAS adalah energi listrik terbarukan yang dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Dengan dukungan sumber daya air yang melimpah di negeri ini, mestinya suplai listrik dari sumber daya energi terbarukan dapat digenjot. Selain untuk meningkatkan rasio elektrifikasi yang masih jomplang terutama di wilayah tengah dan timur Indonesia, pembangunan PLTA juga menyokong mekanisme pembangunan bersih yang didorong oleh Badan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).

Pembangunan bendungan beberapa tahun terakhir pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo gencar dilakukan. Selain berfungsi sebagai sarana pengendalian banjir, suplai air irigasi dan beberapa manfaat lain, air yang tertampung di reservoir bendungan juga dapat dimanfaatkan menggerakan turbin penghasil energi listrik.

DAS Citarum di Jawa Barat misalnya. Pada wilayah aliran sungai ini terdapat tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air yaitu PLTA Saguling, PLTA Cirata dan PLTA Jatiluhur yang menghasilkan daya listrik sebesar 1.400 megawatt.

Diperlukan investasi yang sangat besar untuk membangun bendungan yang memfasilitasi PLTA.Tantangan yang mengemuka adalah bagaimana mempertahankan produksi listrik PLTA tetap optimal sesuai kapasitas dan life time yang sudah direncanakan.

Pengelolaan sumber daya air menjadi kunci penentu. Kuantitas, kualitas dan regimen air menjadi ending goal. Kuantitas dan regimen air diperlukan untuk menjamin PLTA berproduksi sesuai kapasitasnya.

Sedangkan kualitas air dibutuhkan untuk menghindari korosifnya turbin yang dapat menggangu kinerja PLTA. Untuk dapat sampai kepada tujuan tersebut maka tranformasi pengelolaan DAS menjadi suatu keniscayaan.

Dr.Ir.Ishak Tan, M.Si , Akademisi, Praktisi Konservasi Sumber Daya Air dan Lingkungan Hidup