Jakarta, ruangenergi.com – Terdapat tren penurunan harga minyak dunia dalam dua hari ini. Hal tersebut tejadi usai pertemuan negara-negara pengekspor minyak OPEC+. Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga memprediksi, kecenderungan turunnya harga minyak dapat terjadi hingga akhir tahun nanti.
“Saat ini memang kecenderungannya terus menurun, prediksi kami hingga akhir tahun akan stabil di angka US$ 83 hingga US$ 85 per barel,” ujar Daymas dalam keterangan tertulis dikutip pada Sabtu, (07/10/2023).
Daymas menyebut, hal ini dikarenakan terjadinya kesepakatan negara-negara pengekspor minyak yang menurunkan produksi serta persiapan musim di negara-negara belahan utara, seperti Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur.
“Yang kami cermati karena persiapan memasuki musim dingin sehingga ada penambahan inventori minyak mentah,” kata Daymas.
Selain itu, Daymas menambahkan bahwa penurunan harga minyak dunia tentu akan berpengaruh terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Namun formulasinya terdapat pada pemerintah.
“Namun untuk formulasinya mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,” tutur Daymas.
Mengenai penentuan harga BBM, Kementerian ESDM mengatur hal tersebut dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022. Dalam keputusan tertulis, penghitungan harga BBM non-subsidi menggunakan rata-rata harga publikasi Mean of Plats Singapore (MOPS) atau Argus.
Daymas memprediksi harga BBM RON 92, seperti Pertamax atau Shell Super, dapat kembali ke kisaran Rp 13.000-an per liter. Per 1 Oktober lalu, Pertamina menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14 ribu per liter. Untuk RON 92 di merek lainnya, Shell Super Rp 15.380 per liter, Revvo 92 Rp 15.080 per liter, dan BP 92 Rp 14.580 per liter.