Jakarta, Ruangenergi.com – PT Barata Indonesia (Persero) terus berupaya guna mendukung terwujudnya Ketahanan Energi Nasional. Hal tersebut, sejalan dengan fokus Perseroan dibidang energi meliputi konstruksi dan manufaktur di sektor Minyak and Gas bumi (Migas) serta Pembangkit Listrik.
Direktur Utama PT Barata Indonesia, Fajar Harry Sampurno, menuturkan, di bidang minyak dan gas bumi, Barata Indonesia memiliki pengalaman panjang memproduksi berbagai macam tanki lengkap dengan fasilitas pendukungnya.
“Barata Indonesia juga berpartisipasi dalam Pembangunan konstruksi LNG/ LPG Tanks Pressurized and Terminal, Refinery Development Master Plan (RDMP), Grass Roof Refinery (GRR) hingga Floating Storage Regasification Unit di berbagai wilayah tanah air,” tuturnya saat dihubungi ruangenergi.com (21/08).
Dalam bisnis ini, lanjutnya, Perseroan melakukan manufaktur atas komponen minyak dan gas mulai dari Filtered Water Tank, Pressure Vessel, Heat Exchanger, Tank Farm, Piping hingga pipelines.
“Pengalaman panjang Barata Indonesia bisa dilihat dari berbagai macam tanki beserta fasilitas pendukungnya yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia,” ungkapnya
Adapun beberapa proyek di sektor migas, yang pernah dikerjakan oleh Barat Indonesia, yakni, LPG Spherical Tank Pulau Layang 2×1500 MT; TBBM Tegal Cap. 14600 KL; RFCC Pertamina UP IV Cilacap; Hanasudin Avtur Storage Integrated System; Fuel Tank RU V Balikpapan; dan lain-lain.
Sementara di bidang komponen peralatan utama refinery Barata telah berhasil memproduksi Tanks, BFW Pre Heater, Water Cooled Condenser, LT Shift Converter, SS Clad Heat Exchanger, Decoke Drums, CCR Platforming Reactor, Separator, dan komponen peralatan lainnya.
Ia menambahkan, dalam memproduksi equipment tersebut, pihaknya juga selalu menjaga kualitas dan mutunya dan telah mendapatkan Serfikasi dari lembaga American Society of Mechanical Engineering (ASME) U Stamp.
Kontribusi di Sektor Ketenagalistrikan
Sementara dalam bisnis pembangkit listrik, jelas Harry, Barata Indonesia mengambil peran dalam pembangunan program elektrifikasi di Indonesia. Keseriusan Barata Indonesia dalam mendukung Kemandirian Industri Energi juga diwujudkan dengan mengakuisisi pabrik Siemens Power dan Gas-Turbine Components yang berada di Cilegon, Banten.
“Aksi korporasi tersebut juga dilakukan untuk meningkatkan kandungan lokal produk pembangkit listrik Barata Indonesia hingga 60%,” terangnya.
Dikatakan olehnya, dampak akuisisi yang dilakukan langsung dirasakan oleh perusahaan. Di mana kinerja ekspor mengalami kenaikan dua kali lipat hingga mencapai angka US$ 31 Juta pada tahun 2019.
“Sejalan dengan penugasan Pemerintah kepada Barata sebagai koordinator dalam program lokal konten pembangkit listrik nasional. Melalui bisnis ini, Perseroan memproduksi berbagai komponen turbin dengan kualitas produk yang telah diakui hingga mancanegara,” urai Harry.
Selain itu, manufaktur komponen pembangkit, pihaknya juga berperan serta dalam membangun energi terbarukan di Indonesia yang berfokus pada pembangkit listrik tenaga gas, bioetanol, pembangkit listrik tenaga micro hydro (PLTMH), dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Peluang bisnis ini akan terus kami kembangkan sebagai komitmen Perseroan dalam mendukung terciptanya industri kelistrikan ramah lingkungan di seluruh penjuru Tanah Air,” imbuhnya.
Hantaman Badai Covid-19
Harry menjelaskan, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan produk-produk manufaktur dalam negeri menurun. Akan tetapi, Barata Indonesia memastikan pengiriman ekspor produk pembangkit listrik ke berbagai belahan dunia, tetap berjalan.
Tercatat sampai Semester I tahun 2020 Barata berhasil menyelesaikan order komponen pembangkit listrik untuk dikirim ke Jepang, Pakistan, Armenia, Bahrain dan Jerman.
Untuk mewujudkan hal tersebut, sangat diharapkan Pemerintah menerapkan kebijakan dan pengawasan yang ketat dalam meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di semua Proyek Strategis Nasional (PSN), serta memanfaatkan industri manufaktur dalam negeri dalam setiap pembangunan investasi serta mendorong tumbuhnya ekspor melalui insentif fiskal dan moneter.
“Penerapan kebijakan substitusi impor akan memberikan insentif kepada industri manufaktur dalam negeri untuk meningkatkan kompetensi. Sehingga, ekspor akan terdorong dan menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia pada masa mendatang,” tuturnya kembali.
Lebih jauh, Harry menjelaskan, momen ini seharusnya disikapi sebagai kesempatan membangun kembali industri manufaktur demi masa depan perekonomian Indonesia yang sehat dan kuat mendorong terwujudnya kemandirian Industri Nasional.