Waspada! CO₂ Impor Masuk Kategori B3, Pemerintah Perketat Pengawasan Proyek Penangkapan Karbon

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama lintas batas dalam penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS). Langkah ini diambil seiring dengan makin pentingnya peran teknologi penangkapan karbon dalam mengatasi perubahan iklim.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Pengembangan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, Dwi Adi Nugroho, dalam forum Fifth Asia CCUS Network. Dwi yang mewakili Direktur Pembinaan Usaha Usaha Hulu Migas, Ariana Soemanto, menjelaskan bahwa regulasi mengenai transportasi karbon lintas batas di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024.

Menurut Dwi, Perpres ini menjadi landasan penting karena mensyaratkan adanya perjanjian bilateral antarnegara. “Ketika kita memiliki kolaborasi atau perjanjian dengan negara lain, kita harus tahu siapa yang mengirim CO₂, dan untuk transportasi, permohonan akan diselesaikan oleh agensi dari kedua negara,” jelasnya,dikutip dari website Migas.

Mekanisme ini memastikan adanya koordinasi erat antara lembaga dari negara pengirim dan penerima.

Karbon Dianggap Bahan Berbahaya

Lebih lanjut, Dwi juga menekankan bahwa setiap CO₂ yang masuk ke Indonesia akan dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan PP Nomor 74 Tahun 2021. Oleh karena itu, semua impor CO₂ harus didaftarkan dalam sistem nasional.

“Kami menganggap bahwa CO₂ adalah substansi bahaya, maka setiap impor CO₂ ke Indonesia harus diregistrasi. Bagi setiap segmen atau perusahaan, penting bagi kami untuk melihat spesifikasinya. Ini menjadi dasar bagi pengembangan aspek keselamatan, perubahan, dan identifikasi emitter,” paparnya.

Dalam paparannya, Dwi juga menekankan pentingnya pengukuran CO₂ yang terkalibrasi di setiap tahapan proses CCS, mulai dari produsen hingga operator penyimpanan. “Kerja sama lintas batas dalam CCS membutuhkan komitmen jangka panjang, kejelasan tanggung jawab, dan penerimaan publik. Yang terpenting, tindakan lintas batas ini harus memberikan manfaat bersama (mutual benefit),” tegasnya.

Mengakhiri diskusinya, Dwi berharap forum seperti ini dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai tuan rumah penyimpanan CO₂, sekaligus mendorong implementasi CCS yang efektif, aman, dan sesuai standar internasional.