Bandung, Jawa Barat, ruangenergi.com- Ketua Umum Ikatan Perusahaan Gas Bumi Indonesia (IPGI) Eddy Asmanto menilai penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) membuat ‘tersiksa’ para pelaku industri yang tergabung di IPGI.
Maunya IPGI, HGBT ini dicabut keberadaannya. Alasannya, mau membantu industri itu tidak harus dengan harga gas yang murah.
“Hal ini sudah kami (IPGI) sampaikan juga ke Komisi VII DPR pada 4 Juni 2024 lalu. Kalau bisa HGBT itu tidak dilanjutkan. Kalau toh dilanjutkan, cobalah dievaluasi lagi. Sektor mana sih yang benar bermanfaat atau mendapatkan manfaat yang baik bagi masyarakat umumnya,” kata Eddy Asmanto di hadapan peserta Forum Gas Bumi 2024 yang digelar oleh SKK Migas, Kamis (20/06/2024), di Bandung, Jawa Barat.
Dalam catatan ruangenergi.com, Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja mengatakan, penguatan koordinasi serta terciptanya kesepahaman lintas sektor mutlak diperlukan dalam rangka optimalisasi gas bumi di dalam negeri.
“Hal terpenting bagi industri pengguna gas bumi adalah kepastian pasokan dan kepastian harga, agar keberlangsungan serta keberlanjutan produksi tetap terjaga,” kata Ahmad dalam Forum Gas Bumi SKK Migas, Rabu (19/06/2024), di Bandung,Jawa Barat.
Pihaknya menyadari bahwa konsistensi kepastian pasokan gas bumi saat ini sulit terealisasi karena masih terdapat sejumlah faktor yang harus dibenahi. Salah satunya terkait harga sebagaimana tercermin dalam program gas murah untuk industri yang dikenal sebagai Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
”Kalau perlu HGBT buat industri dicabut saja nggak apa-apa. Yang penting adalah perlu kepastian pasokan,” ucap Achmad.
Menurutnya, program HGBT yang mematok harga sebesar USD6 per MMBTU, di satu sisi memang sangat bermanfaat dan dinikmati industri pengguna gas bumi. Namun di sisi lain, pada saat yang sama negara harus menyubsidi ke sektor hulu migas sehingga produksinya akan sangat tergantung ketersediaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu sendiri.
“Selain itu, di sisi lain lagi yaitu midstream dan downstream sebagai pihak pemilik serta pengelola infrastruktur penyaluran gas bumi, harga tersebut juga tidak mencapai nilai keekonomian. Situasi ini yang menciptakan ketidakpastian akan pasokan sehingga pada akhirnya juga tidak menguntungkan bagi pihak manapun. Padahal yang terpenting adalah kepastian pasokan gas ke industri,” paparnya.
“Kita berharap skema yang pasti segera ditentukan, dan untuk mencapai hal tersebut diperlukan koodinasi lintas sektor mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, serta kesepahaman antara pelaku industri migas dan juga industri pengguna gas bumi,” pungkasnya.