Jakarta, ruangenergi.com- Praktisi Panas Bumi Riki F.Ibrahim mengatakan Pemimpin Indonesia mendatang akan menghadapi tantangan sektor energi yang lebih komplek.
Oleh karena itu pengelolaan, pelaksanaan, pembinaan, dan pengawasan yang mengoptimalkan kewenangan koordinasi dan sinergis antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dari Konservasi Energi menjadi salah satu prioritas untuk pemanfaatan EBT dalam bauran energi primer demi tercapainya penurunan emisi CO2 menuju NZE 2060.

“Akselerasi pelaksanaan Eksplorasi Pemerintah melalui dana yang ada di PT SMI (Persero) dengan dukungan World Bank dan Kerjasama dengan K/L lain terkait pemanfaatan SDA di area konservasi, dalam menyediakan data dan informasi panas bumi yang berkualitas serta mudah diakses secara Publik,” kata Riki dalam pernyataan tertulis diterima ruangenergi.com, Selasa (23/01/2024), di Jakarta.
Pemerintahan mendatang ,lanjut Riki, perlu utamakan regulasi Pemanfaatan Langsung panas bumi di Indonesia karena efisiensi konversi energi panas bumi tinggi (80%-90%) yang dapat bermanfaat untuk sektor pariwisata dan sektor agrikultur seperti pengolahan teh, pengeringan biji kopi, dan industri gula aren.
“Kecuali itu, untuk memenuhi roadmap Net Zero Emission (NZE), proyek hydrogen mempunyai peran 5-10% dalam sektor transportasi, maka PLTP (Pembangkit Listrik Panas Bumi) dan industri Hilirisasi panas bumi cocok memproduksi Green Hydrogen yang meningkatkan efisiensi sebesar 18 % (Jonsson et al, 1992) serta Brine panas bumi menghasilkan Lithium dan Nano Silica yang tinggi nilai jualnya,”urai Riki mengemukakan pendapatnya.
Riki beralasan, energi adalah merupakan modal dasar pembangunan. Itu sebabnya perlu memperkuat aspek ketahanan energi dan komitmen terhadap Internasional, Paris Agreement, mengefisienkan subsidi, dan limitasi sumber daya energi fosil; maka perlu kesadaran bahwa cadangan energi fosil tidak tak terbatas, karenanya perlu dikelola dengan lebih baik dan mulai saat ini mempersiapkan pembangkitan energi dari energi terbarukan, termasuk energi kelautan yang membentang potesinya di Indonesia, sekaligus men-support tercapainya ketahanan dan kemandirian energi.
Energi panas bumi yang banyak potensinya sangat perlu menjadi perhatian dan diharapkan panas bumi berperan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan Listrik pada beban dasar (based load) di nusantara.
“Penambahan Kapasitas PLTP sesuai RUPTL PT PLN (Persero) sangat perlu mendapat dukungan Pemimpin Indonesia mendatang agar target 3.355 MW dapat tercapai di tahun 2030. Sedangkan di tahun 2060, PLTP akan dapat mencapai 10 GW apabila terobosan untuk pengembangan pemanfaatannya dapat dukungan fiskal pemerintah dalam bentuk fasilitas perpajakan, pembebasan bea masuk, pengurangan PBB, serta dukungan penjaminan dan pembiayaan. Kecuali itu, Insentif Fiskal a.l. Tax Allowance, Pembebasan Bea Masuk, Tax Holiday untuk mempercepat Investasi Transisi Energi. Perizinan Berusaha melalui koordinasi Perizinan BKPM, ESDM, KLHK a.l. Izin Panas Bumi, Pemberian insentip Hilirisasi pembangkit masuk Indonesia, Registrasi Usaha Penunjang Panas Bumi,”ujarnya.
Kontribusi panas bumi terbukti dirasakan di Provinsi Jawa Barat dengan mendapatkan Bonus Produksi dan Dana Bagi Hasil untuk Pemda, PNBP, pertumbuhan ekonomi daerah dan lapangan kerja.