Jakarta, Ruangenergi.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan kebijakan sejumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota yang memutuskan untuk menaikkan harga eceran tertinggi (HET) dengan alasan untuk menutup biaya transportasi. Apalagi hingga saat ini harga elpiji 3 kg bersubsidi masih tetap dan belum ada kenaikan oleh Pemerintah Pusat.
“Alasan Pemda menaikkan harga HET Elpiji bersubsidi dengan alasan biaya transportasi sangat tidak relevan dengan kian banyaknya infrastruktur SPBE yang sudah lama terdapat di berbagai daerah. Jadi Pemda tidak boleh seenaknya menaikkan HET Elpiji 3 kg bersubsidi dan kembalikan penetapan HET Elpiji 3 kg bersubsidi menjadi kewenangan Kementerian ESDM, bahkan Presiden,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi di Jakarta, Sabtu (30/7/2022).
Menurut Tulus, jika mengacu pada kondisi terdahulu di mana keberadaan SPBE yang masih sangat minim, kebijakan lokal HET itu masih bisa dimengerti, karena jarak antara agen dengan SPBE, atau dengan Pangkalan masih jauh, sehingga HET yang ditetapkan oleh Pemda menjadi rasional.
“Namun di saat masing-masing daerah sudah banyak terdapat SPBE sehingga jarak antara SPBE dengan agen dan pangkalan semakin dekat, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi Pemda untuk menaikkan HET Elpiji 3 kg bersubsidi secara sepihak,” tukasnya.
Tulus mengatakan, jika hal ini terus dilakukan tanpa kontrol dan persetujuan pemerintah pusat (Kementerian ESDM), maka konsumen akan menanggung kenaikan harga gas elpiji 3 kg.
“Padahal biaya pokok per kgnya, belum ada kenaikan. Bahkan pemerintah menjamin tidak ada kenaikan harga gas elpiji 3 kg utk 2022 ini,” pungkasnya.
Srmentara Direktur Eksekutif PUSKEPI (Pusat Studi Kebijakan Publik), Sofyano Zakaria mengatakan, Pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM dan Menteri Dalam Negeri sudah saatnya membuat keputusan agar penetapan HET Elpiji 3 kg bersubsidi hanya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat bukan lagi Pemerintah Daerah lagi.
“Alasan bahwa HET Elpiji belum pernah dikoreksi tidak serta merta dijadikan pertimbangan oleh Kepala Daerah untuk menaikan harga jual Elpiji 3 kg karena ini adalah barang yang disubsidi oleh Negara. Jika terjadi masalah akibat menaikan harga jual Elpiji 3 kg bisa berdampak terhadap Pemerintah Pusat,” paparnya.
Menurut Sofyano, sepanjang Pemerintah Pusat atau Presiden tidak mengkoreksi naik harga jual Elpiji bersubsidi, maka harusnya Pemerintah Daerah tidak membuat keputusan yang berbeda dengan keputusan Pemerintah Pusat.
“Ini adalah bahan bakar yang disubsidi oleh negara sehingga kewenangannya terkait harga jual harus di tangan Pemerintah Pusat,” pungkasnya.(SF)