Pekanbaru, Riau, ruangenergi.com-Di hamparan tanah Rokan, Riau, sejarah perminyakan Indonesia telah terukir panjang. Lapangan Minas, sang legenda yang telah memeras keringatnya sejak tahun 1952, kini menolak untuk menyerah pada usia. Meski tak lagi muda, raksasa energi ini bersiap menyambut “napas kedua”-nya.
Momen kebangkitan ini bukan kebetulan. Tepat jelang ulang tahun ke-7 Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang jatuh pada 20 Desember 2025 nanti, sebuah kado istimewa dipersembahkan. Bukan berupa pesta pora, melainkan sebuah terobosan teknologi bernama Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR).
Ini adalah kisah tentang bagaimana inovasi lokal mampu menjawab tantangan alam yang kian pelik. Selama puluhan tahun, metode konvensional seperti injeksi air biasa (waterflood) menjadi andalan untuk mendorong minyak keluar. Namun, di lapangan tua seperti Minas, minyak yang tersisa seringkali “keras kepala”, terperangkap erat di pori-pori batuan yang tak lagi bisa disapu air biasa.
Di sinilah CEOR hadir sebagai game changer. PHR tidak sekadar membeli teknologi; mereka meraciknya.
“Senjata” utama teknologi ini adalah kombinasi tiga bahan kimia yang dikenal sebagai ASP: Alkali, Surfaktan, dan Polimer. Cara kerjanya mirip sebuah orkestra yang harmonis di perut bumi.
Surfaktan bertugas menurunkan ketegangan, melepaskan ikatan minyak yang ‘membandel’ dari batuan. Polimer kemudian masuk sebagai penyapu yang mendorong minyak lepas itu mengalir, sementara Alkali menjaga agar surfaktan dan polimer tidak terserap sia-sia oleh batuan.
Hasilnya? Minyak yang tadinya mustahil diambil, kini bisa mengalir kembali. Teknologi ini diproyeksikan mampu meningkatkan perolehan minyak sebesar 12-16% dari Original Oil in Place (OOIP).
Racikan Tangan Dingin “Perwira” Sendiri
Yang membuat pencapaian di usia sewindu kurang satu tahun ini begitu membanggakan adalah asal-usul “ramuan” tersebut. Bahan kimia utama surfaktan yang digunakan bukanlah produk impor semata, melainkan buah pemikiran dan inovasi para Perwira Pertamina di laboratorium PHR.
Berbasis petroleum sulfonate, formulasi ini lahir dari sinergi apik antara PHR dan PT Pertamina Lubricant (PTPL). Mulai dari pengadaan bahan baku, pencampuran (blending), hingga jaminan kualitas, semuanya dikerjakan dengan semangat kemandirian.
Ketangguhan racikan ini pun telah teruji. Pada Juli 2025 lalu, uji coba di Proyek Surfactant Extended Stimulation (SES) Lapangan Balam South, Rokan Hilir, menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan. Keberhasilan ini menjadi lampu hijau bagi PHR untuk melangkah lebih jauh.
Tiga hari setelah perayaan ulang tahunnya, tepatnya pada 23 Desember 2025, PHR akan mencetak sejarah baru: injeksi perdana ASP skala komersial. Dampaknya diprediksi mulai terlihat pada pertengahan 2026, dengan puncak tambahan produksi mencapai 2.800 barel per hari (BOPD).
Vice President Secondary & Enhanced Oil Recovery (VP S-EOR) PHR Regional 1, Syaiful Ma’arif, menegaskan bahwa ini bukan sekadar proyek teknis.
“Sukses CEOR di Lapangan Minas akan membuktikan bahwa teknologi mampu memperpanjang usia produksi lapangan tua sebagai kontribusi terhadap produksi migas nasional,” ujar Syaiful optimis, dalam siaran pers yang diterima ruangenergi.com.
Langkah PHR ini selaras dengan amanah program Asta Cita Presiden RI demi menjaga ketahanan energi di tengah tantangan pengelolaan lapangan tua. Dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, proyek ini juga menawarkan efisiensi biaya dan keberlanjutan operasi.
Di usianya yang ke-7, PHR membuktikan bahwa tua atau muda bukan soal angka, melainkan soal inovasi. Dengan CEOR, PHR tidak hanya menjaga nyala api di Lapangan Minas, tetapi juga menyalakan harapan untuk pencapaian target produksi 1 juta barel pada tahun 2030. Sebuah bukti nyata, bahwa inovasi lokal mampu menjadi tulang punggung kedaulatan energi bangsa.












