Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah mengungkapkan, subsidi listrik dapat ditekan hingga Rp51,84 triliun, di bawah ketetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp54,79 triliun.
Terlebih lagu, kebijakan Pemerintah terkait harga gas bumi untuk kelistrikan sebesar US$6/mmbtu ternyata mampu mengurangi anggaran belanja untuk subsidi listrik di tahun 2020.
Menurut, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Rida Mulyana, penghematan subsidi tersebut akibat penurunan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik, yang awalnya ditetapkan Rp359,03 triliun, menjadi hanya Rp317,12 triliun.
Dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Ketenagalistrikan Tahun 2020 secara virtual, Rida, mengemukakan, sebagian besar penghematan diperoleh dari turunnya biaya bahan bakar akibat penurunan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan ketetapan harga gas bumi untuk kelistrikan. Harga ICP pada asumsi APBN tahun 2020 adalah sebsar USD
$63/barel.
Belakangan, ICP turun menjadi US$35/barel. Harga gas bumi, yang sebelumnya ditetapkan secara business to bussiness antara PLN dengan produser gas atau diasumsikan US$8,39/mmbtu, ditetapkan batas atasnya menjadi US$6,30/mmbtu.
“Akibat penurunan ICP dan juga capping (pembatasan) harga gas bumi, secara overall maka BPP-nya juga turun hampir mencapai Rp42 triliun atau 11,7%. Yang menarik untuk dicermati adalah biaya bahan bakar sebesar Rp146,67 triliun turun Rp37,51 triliun menjadi Rp109,16 triliun,” terangnya, (14/01).
Ia menjelaskan, kontribusi penurunan harga gas bumi untuk kelistrikan, mencapai sekitar Rp14 triliun atau 37% dari penghematan biaya bahan bakar BPP tenaga listrik.
Pasalnya, angka tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah juga berpengaruh besar terhadap penghematan anggaran belanja negara.
“Itu besar sekali, akibatnya subsidi juga bisa kita tekan. Ini salah satu langkah, bagaimana suatu kebijakan mampu untuk menghemat belanja negara. Dalam hal ini menurunkan subsidi listrik dengan cara melakukan efisiensi di BPP tenaga listrik yang dikelola PLN,” bebernya.
Selain itu, lanjut Rida, faktor biaya bahan bakar, penurunan BPP juga disebabkan penghematan di postur belanja untuk pegawai, pemeliharaan, serta administrasi, penyusutan, dan bunga.
Di mana, anggaran untuk pemeliharaan, semula ditetapkan Rp20,90 triliun, turun menjadi Rp18,36 triliun. Sementara, belanja pegawai turun menjadi Rp18,94 triliun dari awalnya Rp20,34 triliun.
Kemudian, untuk administrasi, penyusutan, dan bunga juga mengalami penghematan menjadi Rp60,25 triliun dari sebelumnya ditetapkan Rp62,73 triliun.
“Faktor lainnya adalah biaya untuk pembelian listrik dari Independent Power Producer (IPP) oleh PLN dan sewa pembangkit. Biaya ini naik dari Rp108,40 triliun menjadi Rp110,42 triliun,” tandas Rida.