Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai, adanya penurunan permintaan batubara dari negara pengekspor di kawasan Asia Timur dan Tenggara menyebabkan HBA pekan ini terkoreksi.
Pasalnya, memasuki awal tahun 2021, batubara menunjukkan trend peningkatan Harga Batubara Acuan (HBA) cukup signifikan. Jika dibanding periode pekan lalu yang sebesar US$ 87 per ton, HBA pekan ini mengalami penurunan yaitu menjadi US$ 85 per ton.
Dirinya melihat kebutuhan terhadap batubara sedikit mengalami penurunan karena beberapa hal, salah satunya yakni beberapa negara di Asia Timur yang menjadi pengekspor batubara menahan konsumsinya.
“Pertama China masih menahan konsumsi mereka untuk batubara meskipun saat ini memasuki musim dingin. Akan tetapi sepertinya kebutuhan masih bisa dikurangi, sehingga menyebabkan harga batubara sedikit terkoreksi jika dibandingkan di awal Januari lalu,” kata Mamit kepada Ruangenergi.com, (15/02).
Ia menambahkan, namanya komoditas akan selalu mengikuti atau menyesuaikan dengan supply dan demand yang ada.
Selian itu, Mamit juga merespon positif langkah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) untuk memaksimalkan produksi ditengah cuaca ekstrim. Menurutnya, ini menjadi kesempatan bagi APBI dalam meningkatkan produksi batubara, tentunya dengan mempertimbangkan segala risiko.
“Saya kira ini memang menjadi salah satu peluang bagi mereka (APBI) untuk meningkatkan produksi, mengingat harga batubara tahun ini sedang mengalami lonjakan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2020 lalu. Sehingga ini menjadi suatu kesempatan bagi teman-teman pengusaha batubara untuk meningkatkan ekspor mereka, serta mau tidak mau mereka harus meningkatkan produksi mereka, karena ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin tanpa melupakan komitmen mereka untuk memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) 25% sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah,” ungkap Mamit.
Ia meminta, jangan sampai nantinya apabila harga sedang tinggi kewajiban para pengusaha batubara tidak bisa memenuhi DMO.
“Biar bagaimanapun kewajiban ini yang sudah dimandatkan oleh negara kepada pengusaha agar pasokan batubara dalam negeri dapat terpenuhi secara maksimal,” paparnya.
“Saya berharap para pengusaha batubara berkomitmen untuk tetap memenuhi kewajiban DMO yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” sambung Mamit.
Karena menurut Mamit, apabila kebutuhan dalam negeri berkurang dampaknya sangat panjang. Sebab, nantinya PLN akan mengalami kesulitan sehingga dapat menggangu operasional di pembangkit listrik.
“Saya yakin kalau PLN kekurangan stok bahan bakunya (batubara) efeknya sangat panjang dan merugikan masyarakat dan pengusaha juga,” beber Mamit.
Sebelumnya, Pemerintah menggandeng pemangku kepentingan dalam melakukan Sosialisasi Kebijakan di sektor Mineral dan Batubara (Minerba).
Menurut Mamit, dengan pemerintah melibatkan unsur pemangku kepentingan dan akademisi dalam menyusun disektor minerba bagus sekali.
“Karena kebijakan yang akan disahkan oleh pemerintah tidak semena-mena untuk menguntungkan para pengusaha saja. Justru hal ini akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara dan kondisi masyarakat sekitar terhadap aspek lingkungan,” kata Mamit.
Lebihbjauh, Mamit mengungkapkan, saat ini industri pertambangan tengah disorot terkait terjadi banjir di wilayah dekat dengan pertambangan karena adanya aktivitas pertambangan.
Tentunya saja, jelas Mamit, dengan adanya sosialisasi kebijakan batubara tersebut dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait peran industri pertambangan.
“Melalui sosialisasi ini saya harap masyarakat dapat paham terhadap peran industri pertambangan,” tandasnya.