Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah terus berupaya untuk menekan angka kecelakaan kerja di dalam kegiatan minyak dan gas bumi (Migas), yakni secara disiplin dengan menerapkan prinsip K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) kepada para pegawainya.
Pasalnya, keselamatan kerja dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi di Indonesia merupakan amanat Undang-Undang (UU), yakni UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; serta UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Seminar Online Keselamatan Migas dalam rangka memperingati Bulan K3 Nasional yang digelar PAKKEM, tampil sebagai pembicara utama Direktur Teknik dan Lingkungan Migas, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas), Kementerian ESDM, Wakhid Hasyim.
Dalam paparanya, Wakhid mengatakan, target yang ingin dicapai adalah terciptanya keselamatan migas yang meliputi keselamatan pekerja, keselamatan instalasi dan peralatan, keselamatan lingkungan dan keselamatan umum.
“Untuk itu diperlukan suatu komitmen bersama para stakeholder untuk mencapai tujuan mulia tersebut,” ungkap Wakhid Hasyim (23/2).
Ia menambahkan, terdapat lima tantangan yang harus dihadapi Pemerintah guna mewujudkan keselamatan kerja di sektor migas.
Pertama, pemilik perusahaan atau pimpinan perusahaan tidak memahami dan tidak berkomitmen dalam hal keselamatan kerja.
Kedua, karakteristik pekerja yang beragam seperti gender, usia, tingkat pendidikan, motivasi, latar belakang etnis dan budaya negara asal, serta asal perusahaan jasa penunjang yang menaungi.
Ketiga, profit vs safety gap yaitu level kompromi sesuai kondisi ekonomi perusahaan.
Keempat, faktor eksternal yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti bencana alam, pandemi dan sejenisnya.
Terakhir atau kelima, aturan yang terlalu ketat atau terlalu longgar.
“Aturan yang terlalu ketat seringkali membebani perusahaan mengganggu iklim investasi. Namun sebaliknya, aturan yang terlalu longgar menyebabkan banyak celah yang dapat dimanfaatkan,” ungkap Wakhid.
Guna mengatasi hal tersebut, Wakhid mengungkapkan, Pemerintah dengan badan usaha (BU) dan bentuk usaha tetap (BUT), perlu mencari solusi bersama.
Ia mengemukakan, berdasarkan statistik kecelakaan kerja baik dari sektor hulu maupun hilir migas beberapa tahun ke belakang, terlihat bahwa terjadi tren yang naik turun.
Jika diteliti lebih dalam, masih kerap terjadi kecelakaan pada pekerjaan yang sifatnya rutin atau yang pada dasarnya sudah berkali-kali dilakukan. Di luar kecelakaan kerja, makin sering juga adanya laporan kematian pekerja di lapangan karena sakit.
“Fenomena-fenomena ini sangat perlu menjadi perhatian kita bersama,” imbuh Wakhid.
Sejauh ini, beber Wakhid, Ditjen Migas terus berupaya melaksanakan program-program keselamatan migas, di antaranya, penyusunan/update peraturan, SNI, Pedoman terkait Keselamatan Migas, Audit Sistem Manajemen Keselamatan Migas, Penghargaan Keselamatan Migas, Forum Komunikasi Keselamatan Migas dan Buku ATLAS Keselamatan Migas.
“Program-program ini tentu tidak ada artinya kalau tidak diimplementasikan oleh BU atau BUT. Untuk itu saya mohon kepada semua BU dan BUT agar selalu aktif dalam mengimplementasikan dan meningkatkan kepedulian terhadap K3,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Ditjen Migas mencatatkan pada tahun 2020 terjadi sebanyak 109 kecelakaan ringan, 12 kecelakaan sedang, 3 kecelakaan berat dan 4 kecelakaan fatal. Sedangkan tahun 2019, sebanyak 156 terjadi kecelakaan ringan, 16 kecelakaan sedang, 1 kecelakaan berat dan 2 kecelakaan fatal.