Jakarta, Ruangenergi.com – Politisi Hanura yang juga Mantan Ketua Komisi VI DPR, Inas Zubir, melihat maraknya bisnis BBM jenis solar yang dilakukan oleh badan usaha yang tidak terdaftar.
Dalam diskusi yang dihelat oleh Energy Watch, Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) dan Situs Energi yang disiarkan melalui kanal YouTube Ruang Energi bertemakan “Menelisik Bisnis BBM Solar di Indonesia”, Inas Zubir mengatakan adanya penjual BBM jenis solar yang harganya dibawah harga pasar.
“Pertanyaannya mereka impor solar dari mana. Kok bisa jual murah. Perlu ada neraca terkait solar,” tuturnya.
Ia yang juga sebagai pengamat di sektor energi, menyebut bahwa larangan impor solar ini terkesan tidak serius alias main-main, bentuknya hanya himbauan semata, bukan dalam bentuk keputusan atau surat edaran.
“Saya lihat impor solar ini tidak serius. Kalau mau melarang (impor) langsung terbitkan saja suratnya, jangan bentuknya himbauan atau surat edaran. Larangan itu musti tegas, misalnya Keputusan Menteri ESDM yang melarang impor solar,” tegas Inas.
“Siapa saja yang impor solar, setau saya ada AKR, ExxonMobil, SPN (Surya Parna Niaga), dan lainnya. Jika kita pahami bagaimana struktur mainnya mereka dan di internasional berhubungan dengan siapa saja. Karena sebagai besar dekat dengan Pertamina dengan trader-trader di luar, terutama di Singapura,” ungkapnya.
“Sebelum Hin Leong jatuh (dia pemain besarnya), kemudian ada Winson Oil Trading PTE, Ltd, ada Trafigura, dan sebagainya. Sejak Hin Leong ini jatuh yang kelihatan naik adalah Winston Oil dan Trafigura, walaupun sebenarnya Singapura Petroleum Company juga bisa dia menyuplai solar kepada importir-importir Indonesia,” sambungnya.
Sekarang ini lanjutnya, Winson Oil sedang gugat menggugat dengan Standard Chartered dan OCBC. Winson Oil juga dituduh terlibat dalam black gold, yang menyuplai gas oil atau solar untuk ke Korea Utara melalui Kapal Angkatan Laut milik Korea Utara.
Lalu sekarang, kata Inas, Winson Oil, tengah dilakukan penyelidikan oleh Amerika.
“Kenapa mereka beli dari Hin Leong atau Winston Oil, karena lebih menarik dan lebih murah. Karena lebih murah, itu kata kuncinya. Kita coba hitung harga solar impor berdasarkan MOPS bulan Maret 2021 rata-rata sekitar US$ 67,40 per barel dengan nilai tukar dollar terhadap Rupiah rata-rata Rp 14.530, pada saat itu unfraid dari Singapura ke Indonesia sekitar US$ 2 per barel maka diperoleh impor price itu ada Rp 6.348 per liter, itu impor price nya saja. Lalu berapa Landed Cost nya, itu plus PPN, PPh, PPKB, jika kita hitung Landed Cost adalah impor price Rp 6.348 per liter ditambah PPN 10% dan ditambah PPh 0,3% dan PBBKB sekitar 7,5% kurang lebih itu totalnya Rp 1.000 pajaknya. Maka total Landed Cost itu adalah Rp 7.348 per liter. Itu Landed Cost dari solar,” beber Inas.
Jika bicara distribusi sesuai Permen ESDM nomor 62 tahun 2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan, CN 48 dan CN 51, tapi CN 48 dilarang, dan sekarang digunakan CN 51 artinya sekitar Rp 2.000, maka berapa harga sebenarnya adalah Rp 10.348.
“Itu harga seharusnya Rp 10.348. tapi yang lucu harga di pasar sekitar Rp 7.650 per liter. Lantas darimana mereka dapat BBM Solar tersebut,” tandasnya.