Jakarta, Ruangenergi.com – Sektor energi diharapkan mampu mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 314 hingga 398 juta ton CO2 pada tahun 2030, melalui pemanfaatan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.
Hal tersebut dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto menjadi Keynote Speaker dalam Indonesia – The Netherlands Technology Partnership Forum dengan tema “Ocean Battery as an Energy for Security of Supply”, beberapa waktu lalu.
Di mana, dalam gelaran The Netherlands Technology Partnership Forum tersebut bertujuan untuk memperluas pemahaman dan pertukaran informasi terkait energi terbarukan khususnya potensi energi laut, kebijakan dan rencana energi jangka panjang, dan kondisi ekonomi saat ini dan di masa mendatang.
Djoko mengungkapkan bahwa sektor energi penyumbang emisi terbesar kedua setelah sektor kehutanan.
Menurutnya, tentang komitmen mengurangi emisi, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 terkait ratifikasi kesepakatan Paris untuk kontribusi dalam pengurangan emisi GRK sebesar 29% (dengan usaha sendiri) atau 41% (dengan bantuan internasional) pada Tahun 2030.
“Pada awal tahun ini, Dewan Energi Nasional menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) sebagai dokumen pendukung dalam rangka penyempurnaan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dokumen ini berfokus pada strategi percepatan transisi energi untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi,” kata Djoko.
“GSEN Ini menyoroti pentingnya pengembangan energi terbarukan sebagai kunci untuk menciptakan kemandirian energi, serta memiliki potensi transisi energi yang cepat,” terangnya.
Ia menambahkan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah mengidentifikasi setidaknya terdapat 417,8 GW sumber energi terbarukan, dimana baru sekitar 2,5% yang dimanfaatkan.
Djoko menyebut, angka ini terdiri dari energi laut, panas bumi, bioenergi, angin, hidro dan matahari.
“Mengenai detail tentang energi laut terdapat tiga jenis potensi energi laut sebagai energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan, seperti gelombang laut, arus laut dan panas laut. Total dari ketiganya memiliki potensi secara teoritis sebesar 4.676,7 GW dan potensi praktis sebesar 60,9 GW dengan potensi terbesar berasal dari panas laut,” tuturnya.
“Kita tahu bahwa energi laut masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Hal itu membutuhkan upaya dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk menciptakan dan mendukung pengembangan industri energi laut,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Djoko, Kementerian ESDM telah melakukan berbagai kerjasama, antara lain dengan Kementerian PUPR telah menandatangani MoU untuk mengembangkan Tidal Bridge BV di Larantuka, dengan total kapasitas 30 MWThe. Kerjasama lainnya adalah MoU antara PT. PAL dan PLN pada tahun 2015.
“Proyek ini merupakan study project potensi laut di Selat Alas, Selat Bandung, dan Selat Lombok,” tutupnya.