Tutuka Ariadji: Negara Maju Perlu Bertindak Adil

Jakarta,ruangenergi.comDirektur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (DItjen Migas KESDM) Tutuka Ariadji menanggapi issue  polluter pay principle .

Emiters Gas Rumah Kaca (GRK) yang tinggi termasuk negara negara diluar Annex 1 diwajibkan (mandatory) untuk melakukan pengurangan emisi karbon dengan biaya yang tinggi.

Negara maju perlu bertindak adil terhadap negara yang sedang berkembang. Pada saat ini, negara berkembang membutuhkan energi fosil untuk pembangunan yang tentunya akan mengeluarkan emisi karbon yang tinggi.

“Walaupun demikian, kita perlu melakukan upaya paling optimum untuk dapat mencapai target pengurangan emisi karbon dengan memaksimalkan pemanfaatan energi fosil melalui implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/ CCS and Utilization (CCSU),” kata Tutuka dalam bincang santai virtual dengan ruangenergi.com,Minggu petang (20/06/2021) di Jakarta.

Menurut Tutuka,carbon price saat ini :
1. Eu ets 25usd/ton (50 – 60 usd/ton @ 2022)
2. Hitachi 46.7 usd/ton
3. Iceland carbon tax 31.3 usd/ton
4. Beijing pilot ets 10.4 usd/ton
5. Indonesia (rencana) 5 usd/ton

“Jadi angka 75 ton/USD sebagaimana disebutkan dalam artikel the guardian tersebu adalah memang mahal,”jelasTutuka dengan nada kecewa.

Dalam catatan ruangenergi.com,International Monetary Fund (IMF) menyatakan perusahaan dengan emisi gas rumah kaca yang tinggi harus dikenakan harga karbon sebesar US$ 75 per ton CO2. Hal tersebut dilakukan sebagai cara untuk mencapai tujuan dari kesepakatan Paris Agreement.

Dikutip dari theguardian.com, harga dasar karbon berarti perusahaan termasuk pembangkit energi dan industri berat, harus membayar karbon yang mereka hasilkan. Saat ini, banyak negara dan wilayah memiliki sistem penetapan harga karbon mereka sendiri, tetapi tidak ada harga karbon yang disepakati secara global.

“IMF mendesak negara-negara G20, yang terdiri dari ekonomi paling maju dan berkembang di dunia, untuk mengadopsi harga dasar karbon untuk industri mereka, sebagai cara tercepat untuk mencapai emisi nol bersih,” ujar Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, (20/06).

Ia menjelaskan, harga sekitar US$75 per ton CO2 akan dibutuhkan pada tahun 2030 untuk memenuhi tujuan tetap berada dalam 1,5C hingga 2C dari pemanasan global, yang ditetapkan berdasarkan perjanjian Paris pada tahun 2015 silam.

Ia mengungkapkan, negara-negara yang bertanggung jawab atas sekitar tiga perempat emisi global kini telah menetapkan target untuk mencapai emisi nol bersih sekitar pertengahan abad, sejalan dengan tujuan Paris.

“Untuk membantu menyelamatkan planet ini, kita harus bekerja sama untuk mencegah krisis iklim berubah menjadi bencana. Harga karbon yang kuat dapat memainkan peran yang sangat penting – dan terlebih lagi jika itu adalah produk dari kesepakatan internasional. Kami melihat harga dasar karbon internasional sebagai opsi yang layak untuk mencapai kesepakatan semacam itu dan akan melanjutkan pekerjaan kami untuk itu,” papar Kristalina.

Sementara, Direktur Kebijakan dan Komunikasi di Grantham Institute on Climate Change di London School of Economics, Bob Ward, menjelaskan, yang tidak terlibat dengan proposal tersebut.

“Ini adalah inisiatif dan kepemimpinan yang sangat baik oleh IMF. Kita telah melihat di Inggris bahwa harga dasar karbon yang relatif sederhana dapat membantu mempercepat penghentian penggunaan batu bara pada khususnya. Harga dasar karbon menghilangkan beberapa ketidakpastian bagi bisnis dan memungkinkan mereka untuk berinvestasi dengan keyakinan yang lebih besar dalam teknologi dan proses untuk mengurangi emisi,” terangnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *