Jakarta, Ruangenergi.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan ditengah kenaikan harga minyak dunia diatas US$ 70 per barel, ia mengajak investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan olehnya dalam acara Upstream Oil and Gas Executive Briefing, Kamis (29/07), yang disiarkan secara virtual.
Ia menuturkan bahwa Indonesia telah memetakan potensi permintaan energi ke depan di sektor minyak dan gas bumi.
Di tengah harga minyak yang sedang melambung tinggi ini, Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan target produksi di 2030 yakni lifting 1 juta barel oil per day (BOPD) dan gas 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD).
“Kita punya target produksi minyak 1 juta BPOD dan produksi gas 12 BSCFD pada 2030. Di mana saat ini harga minyak sebesar US$ 70 per barel. Untuk itu, ini saatnya memulai investasi di Indonesia,” jelas Arifin, (29/07).
Ia menambahkan, investasi yang masuk ke dalam negeri (Indonesia) tentunya hal ini akan sangat membantu perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk akibat Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Demikian juga dengan sektor energi, yang sangat terdampak dari Pandemi Covid-19 ini.

“Indonesia termasuk negara yang sedang terdampak akibat Covid-19. Ini sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi, termasuk sektor energi,” imbuh Arifin.
Meski demikian, setelah melewati cobaan Pandemi Covid-19, ia memprediksi bahwa perekonomian Indonesia akan kembali normal dan tumbuh seiring dengan permintaan energi yang kian membaik.
“Kami mengundang investor besar untuk berinvestasi masuk Indonesia, sebab proses pemulihan ekonomi pastinya butuh permintaan energi yang besar,” tuturnya.
Sebelumnya, program vaksinasi Covid-19 sangat mendorong peningkatan harga minyak utama di pasar internasional selama Juni 2021. Hal tersebut sejalan dengan perbaikan aktivitas ekonomi dunia yang mengalami peningkatan permintaan.
Berdasarkan perhitungan Formula ICP (Indonesian Crude Price), rata-rata ICP minyak mentah Indonesia mengalami kenaikan sebesar US$ 4,74 per barel dari US$ 65,49 pada Mei 2021, menjadi US$ 70,23 per barel pada Juni 2021.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 120.K/HK.02/MEM.M/2021 tentang Penetapan Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Juni 2021 yang diteken tanggal 2 Juli 2021.
Kenaikan juga dialami ICP SLC sebesar US$ 4,57 per barel dari US$ 66,25 per barel menjadi US$ 70,82 per barel pada Juni 2021.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan harga minyak mentah utama di pasar internasional pada Juni 2021, antara lain menguatnya fundamental pasar minyak mentah yang ditandai dengan peningkatan permintaan minyak mentah di AS, China dan Eropa, serta perbaikan aktivitas ekonomi dunia hasil dari percepatan program vaksinasi Covid-19.
Menurutnya, peningkatan penggunaan kendaraan bermotor saat summer driving season di AS seiring pelonggaran pembatasan aktivitas dan tingkat vaksinasi yang terus meningkat.
Terlebih lagi, Energy Information Administration (EIA) melaporkan penurunan stok minyak mentah AS di bulan Juni 2021 yang cukup signifikan sebesar 24 juta barel menjadi 452,3 juta barel bila dibandingkan bulan Mei 2021 (479,3 juta barel) dan level terendah sejak Maret 2020, serta penurunan stok gasoline yang di luar perkiraan di pertengahan Juni 2021.
Peningkatan harga minyak mentah internasional juga disebabkan oleh meningkatnya permintaan minyak mentah global, di antaranya :
Pertama, IEA melalui laporan bulan Juni 2021, memperkirakan permintaan minyak global akan kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir tahun 2022, meningkat sebesar 5,4 juta bopd pada tahun 2021 dan 3,1 juta bopd pada tahun 2022.
Kedua, OPEC melalui laporan bulan Juni 2021, menyampaikan permintaan minyak mentah global di Q2 tahun 2021 meningkat sebesar 11,99 juta bopd (14,4%) jika dibandingkan di Q2 tahun 2020 dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,5% di tahun 2021.
Sementara untuk kawasan Asia Pasifik, lanjut Tim Harga Minyak Indonesia, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh peningkatan permintaan minyak mentah China yang dihasilkan dari peningkatan utilisasi kilang di China yang mencapai level tertinggi di bulan Juni 2021 sebesar 82,4%, setelah berakhirnya periode pemeliharaan.
“Peningkatan permintaan produk gasoline di China, 5% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2019,” tuturnya.
Adapun penyebab lain yakni permintaan minyak mentah dari India yang tetap kuat, dengan peningkatan di tahun 2021 sebesar 10,82% dibandingkan dengan tahun 2020.