Dirjen Migas ESDM

Teknologi EOR, Cara Pemerintah Tingkatkan Capai Target Produksi 1 Juta Barel

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah menegaskan bahwa penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) menjadi salah satu cara Pemerintah dalam meningkatkan produksi Migas sebesar 1 juta barel per hari dan 12 BSCFD gas di 2030.

Dalam Webinar Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC)-IPB University, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan, produksi minyak Indonesia pernah mengalami kejayaan sekitar tahun 1976, di mana Produksi Lapangan Bekapai dan Handil WK Mahakam mencapai lebih dari 1,7 juta barel per day.

Lalu produksi WK Rokan dan Lapangan Jatibarang yang dilakukan oleh Pertamina EP pada 1973 mendekati angka 1,5 juta barel per day.

Selanjutnya, produksi lapangan Cinta SES & Arjuna yang dilakukan oleh PHE ONWJ pada 1971-1972 melebihi 1 juta barel per day; Produksi Lapangan Banyu Urip WK Cepu pada 2007; Full Field Production dari WK Cepu pada 2015-2016; Steamflood Duri dan Waterflood Patern Minas pada 1993 yang berproduksi mendekati angka 1,7 juta barel per day.

“Perkembangan ini tidak serta merta. KKKS terus berupaya keras meningkatkan produksinya, dan saat ini kita dalam kondisi sliding declaine sekitar 650-670 ribu barel oil per day. Saya merasa memang sedang dipertahankan untuk tidak terus berlanjut sliding. Beberapa bulan yang lalu sempat mengalami penurunan yang cukup drastis dan saat ini mulai berupaya untuk meningkat kembali,” jelas Tutuka secara virtual, (14/08).

Ia melanjutkan, sementara, untuk produksi gas pada 1977 dari kontrak penjualan LNG Kargo dari Lapangan Arun dan Badak dibawah 6.700 mmscf; Ramp-Up Produksi gas di WK Sanga-Sanga pada 1984-1985 juga demikian berada di bawah 6.700 mmscf. Kemudu peak production di WK Sanga-Sanga pada 1993-1994 mengalami peningkatan hampir menyentuh angka 6.700 mmscf; lalu Ramp-Up Produksi Gas di WK Mahakam, Produksi Lapangan Vorwata wk Berau pada 2008-2009 melebihi 6.700 mmscf.

Kemudian, Produksi Lapangan Jangkrik WK Muara Bakau di 2017-2018 mengalami penurunan dari sebelumnya sekitar 8.800 mmscf ke 6.700 mmscf.

Tutuka Ariadji

“Meski demikian, gas menjadi andalan kita ke depan dengan terselenggaranya proyek-proyek yang telah dijalankan, Merakes, Masela, dan lainnya,” katanya.

“Kita tahu umur cadangan migas yang dimiliki Indonesia tidak panjang, untuk minyak di bawah 10 tahun dan untuk gas sekitar 18 tahun,” sambungnya.

Pasalnya, cadangan minyak bumi potensial sekitar 4,17 miliar barel dan proven sebesar 2,44 miliar barel. Sedangkan untuk gas bumi memiliki potensi cadangan sekitar 6,2 triliun cubic feet dan proven sebesar 43,6 triliun cubic feet.

Untuk itu, Pemerintah bertekad dalam meningkatkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per daya dan gas 12 BSCFD di 2030.

“Strategis peningkatan produksi yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah bersama SKK Migas dan KKKS, tentunya untuk menahan declaine ada program work routine (infill drilling/step out lapangan eksisting dan work over/well service),” bebernya.

Selanjutnya Pemerintah juga menyiapkan program Transformasi Resources menjadi produksi (POD baru dan pod pending, melakukan commercial exercise, dan monetisasi undeveloped discovery). Kemudian program Enhanced Oil Recovery (chemical EOR, CO2 Injection, dan Steamflood), serta Program Eksplorasi Komitmen Kerja Pasti (prospect dan lead); Penerapan teknologi terbaru dan penyederhanaan dan fleksibilitas proses pengadaan.

“Pemerintah juga sudah memberikan insentif terhadap hulu migas contoh untuk WK Mahakam dan sekarang sedang diproses untuk beberapa usulan yang diberikan kepada pemerintah. Insentif yang diberikan dapat berupa fasilitas perpajakan untuk cost recovery maupun gross split,” ujarnya.

Bahan Paparan Dirjen Migas

Insentif Menarik

Tutuka menjelaskan, dalam mengejar target produksi 1 juta barel per hari di 2030 Pemerintah juga memberikan insentif yang menarik untuk para KKKS.

Adapun beberapa insentif yang diberikan pemerintah yakni Fasilitas Perpajakan PSC Cost Recovery PP 27/2017 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 122/2019. Di mana Pemerintah memberikan Imbalan DMO Holiday, Investment Credit, Depresiasi dipercepat pada PSC Cost Recovery.

Selanjutnya, Fasilitas Perpajakan PSC Groos Split PP 53/2017 dan PMK nomor 67/2020. Pemerintah melalui Penyesuaian Besaran bagi hasil, Insentif pemanfaatan barang milik negara berdasarkan pertimbangan keekonomian lapangan.

Kemudian, Pembebasan Pengenaan PPN Atas LNG sesuai PP nomor 48/2020. Di mana Pemerintah memberikan pembebasan pengenaan PPN atas impor dan penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis (termasuk LNG).

Serta, Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Migas sesuai PMK nomor 140/PMK/06/2020. Di mana Pemerintah melakukan penghapusan ketentuan pengenaan biaya pemanfaatan atas BMN eks Terminasi.

“Selain itu, Pemerintah juga mendorong untuk dikembangkannya migas non konvensional dengan merevisi Permen tetkiat, sehingga kontraktor yang mengusahakan pengembangan migas non konvensional tersebut,” paparnya.

Untuk program percepatan pengembangan EOR, terang Tutuka, diharapkan muncul inovasi-inovasi dalam penyederhanaan timeline project EOR.

“Ini sangat krusial. Harapannya benar dari yang kecil dulu (well to well EOR implement) untuk menuju sebagai satu kesatuan perencanaan yang terencana dari sumur menuju lapangan. Lalu terkait Carbon Capture, Ulitization and Storage (CCUS) untuk EOR dan EOG (Enhanced Gas Recovery),” jelasnya kembali.

“Kita juga mendorong untuk dilakukannya eksplorasi secara masif dan akusisi data dengan mengajak para expert geologist untuk bersama-sama mencari daerah-daerah yang kondusif dan laut dalam, sebagai yang telah dan akan diupayakak oleh Ditjen Migas dan SKK Migas,” sambung Tutuka.

Kontribusi EOR Menuju 2030

Tutuka mengemukakan bahwa Pemerintah bersama SKK Migas telah mengumpulkan para KKKS untuk memverifikasi rencana produksi 1 juta barel di 2030 yang hanya berkaitan dengan EOR dan Chemical EOR (CEOR) dan ditarget sekitar 88 ribu BOPD.

Dalam data yang dipaparkan oleh Tutuka sebagai berikut :

1. WK Rokan yakni Steamflood Rokan (Optimasi & New Project) yang ditargetkan Onstream pada 2022 sebesar 62.207 BOPD.

2. WK Mahakam yakni Handil CEOR yang ditargetkan Onstream pada 2027 sebesar 3.500 BOPD.

3. WK ONWJ yakni CEOR E-Main ditargetkan Onstream pada 2027 sebesar 3.617 BOPD.

4. WK ONWJ yakni CEOR Zulu North yang ditargetkan Onstream pada 2027 sebesar 8.971 BOPD.

5. WK ONWJ yakni CEOR Zulu Central yang ditargetkan Onstream pada 2028 sekitar 2.386 BOPD.

6. WK Pertamina EP yakni CEOR Tanjung yang ditargetkan Onstream pada 2029 sebesar 168 BOPD.

7. WK Pertamina EP yakni CO2 Ramba yang ditargetkan Onstream pada 2030 sebesar 200 BOPD.

8. CPP yakni CEOR Pedada yang ditargetkan Onstream pada 2029 sebesar 790 BOPD.

9. Southeast Sumatera yakni CO2 Rama ditargetkan Onstream pada 2027 sebesar 3.694 BOPD.

10. Southeast Sumatera yakni CO2 Krisna yang ditargetkan Onstream pada 2030 sebesar 300 BOPD.

11. WK Kepala Burung yakni Walio EOR (Pilot + Full Field) yang ditarhet Onstream pada 2023 sebesar 1.099 BOPD.

12. WK Salawati yakni Matoa EOR (Pilot + Full Field) yang ditarhet Onstream pada 2023 sebesar 811 BOPD.

13. WK Langgak yakni CEOR/CO2 EOR Langgak ditargetkan Onstream pada 2026 sebesar 129 BOPD.

“Untuk CEOR masih sedikit dan ini tugas kita semua untuk meningkatkan produksi CEOR, serta waktunya perlu dipercepat. Harapannya EOR dan CEOR ini dapat berkontribusi cukup signifikan di tahun 2030,” terangnya.

Status EOR di Indonesia

Tutuka kembali mengatakan, ada beberapa kegiatan EOR yang telah, sedang dan direncanakan di Indonesia guna meningkatkan produksi migas nasional.

EOR yang telah berproduksi yakni di PHR – Lapangan Duri dengan kegiatan Steam Flooding.

EOR yang telah atau sedang Field Trial yakni PEP – Lapangan Tanjung dengan kegiatan Polymer Injection Field Trial Zona C.

EOR yang telah Field Trial namun On Hold untuk Full- Field Scale yakni Medco EP Rimau – Lapangan Kaji dengan kegiatan Surfactant Polymer Injection (Studi FS untuk Polymer Incention); dan PHR – Lapangan Minas dengan kajian Alkaline Surfactant Polymer Injection.

Sementara EOR yang dalam rencana yakni Lapangan Jabung – PetroChina Jabung untuk kegiatan CO2 Injection (Huff&Puff) dengan status tender ulang dan dijadwalkan ulang pada Q2 2021.

Lapangan Jatibarang – PEP untuk kegiatan CO2 Injection (Huff&Puff) dengan status penundaan pelaksanaan pekerjaan menjadi tahun 2022 sebagai dampak harga minyak yang turun.

Lapangan Tanjung – PEP untuk kegiatan Surfactant Field Trial (CEOR) Zona A dengan status melakukan close out nihil terhadap proyek eksisting, serta memulai proses studi optimasi formula.

Lapangan Sukowati – PEP untuk kegiatan Studi Subsurface dan Lab dengan status pengerjaan studi subsurface oleh SLB sebagai langkah persiapan menuju Field Trial 2022-2024.

“Kita dorong untuk bisa dilaksanakan EOR yang lebih masif, Surfactant mempunyai tempat tersendiri karena mempunyai keunggulan,” imbuhnya.

Lebih jauh, Tutuka mengatakan, kiranya percepatan penerapan EOR dapat dilakukan dengan penyederhanaan timeline proyek dan road map well to well EOR menuju Field Scale EOR.

“Penyederhanaan timeline proyek EOR dengan melaksanakan Lab Analisis bersama dengan Pilot Test pada skala Sumiran sebagai kegiatan tahap Reservoir Description mempersingkat timeline proyek EOR dari 8 tahun menjadi 4-5 tahun. Sementara road map well to well menuju Field Scale EOR dimulai dengan injeksi Sumiuan well field trials secara bertahap hingga tujuan akhir berupa full field scale EOR implementation, dengan fokus kepada mempelajari teknis implementasi dan konsiderasi non-teknis dengan skala sumuran dan Pre-conditioning lapangan untuk menuju EOR full-field scale,” tutupnya.