Jakarta, Ruangenergi.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Keselamatan Ketenagalistrikan.
Dalam salinan dokumen yang diterima Ruangenergi.com, yang menjadi pertimbangan dalam melaksanakan ketentuan Pasal 48 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Keselamatan Ketenagalistrikan;
Lahirnya Permen 10/2021 ini, Menteri ESDM mencabut Peraturan Menteri ESDM No. 0045 Tahun 2005 tentang Instalasi Ketenagalistrikan.
Ketentuan Umum Pasal 1, Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Keselamatan Ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, pengamanan instalasi tenaga listrik, dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, serta ramah lingkungan.
2. Instalasi Tenaga Listrik adalah bangunan-bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, penyaluran, distribusi, dan pemanfaatan tenaga listrik.
3. Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik adalah Instalasi Tenaga Listrik ysing digunakan untuk pengadaan tenaga listrik meliputi instalasi pembangkitan, instalasi transmisi, dan instalasi distribusi tenaga listrik.
4. Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik adalah Instalasi Tenaga Listrik yang digunakan untuk pemanfaatan tenaga listrik oleh konsumen akhir.
5. Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan yang selanjutnya disingkat SMK2 adalah bagian dari sistem manajemen badan usaha secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan ketenagalistrikan guna terciptanya Keselamatan Ketenagalistrikan.
6. Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko, dan mengendalikan risiko.
7. Manajemen Perubahan adalah proses manajemen terhadap setiap perubahan yang berakibat pada aktivitas proses manajemen yang sedang berjalan dengan menguji kelaikan dan identifikasi risiko sebelum perubahan tersebut diterapkan.
8. Manajemen Informasi adalah pengelolaan data yang di dalamnya mencakup proses mencari, menyusun, mengklasifikasikan, dan menyajikan data yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan badan usaha sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
9. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Commissioning Test adalah kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu pekerjaan pemasangan peralatan tenaga listrik secara nyata atau simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan dan memenuhi peraturan, kode, dan standar yang telah ditetapkan sesuai kesepakatan antara pelaksana pekerjaan dan pemilik instalasi.
11. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
14. Penanggung Jawab Badan Usaha yang selanjutnya disingkat PJBU adalah orang yang menduduki jabatan tertinggi dalam struktur organisasi Badan Usaha yang bertanggung jawab atas terwujudnya Keselamatan Ketenagalistrikan.
15. Penanggung Jawab Keselamatan Ketenagalistrikan yang selanjutnya disingkat PJK2 adalah penanggung jawab teknik yang menduduki jabatan tertentu dan diberi kewenangan dalam pengambilan keputusan atas terwujudnya Keselamatan Ketenagalistrikan.
16. Inspektur Ketenagalistrikan adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan inspeksi ketenagalistrikan.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan di bidang ketenagalistrikan.
18. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, dan lingkungan di bidang ketenagalistrikan.
Dalam Bab II Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan, Bagian Kesatu Umum Pasal 2 menjelaskan bahwa :
(1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi Keselamatan Ketenagalistrikan.
(2) Keselamatan Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;
b. pengamanan Instalasi Tenaga Listrik; dan c. pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
Dalam Pasal 3, Menteri ESDM menyatakan :
(1) Keselamatan Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk mewujudkan kondisi:
a. andal dan aman bagi Instalasi Tenaga Listrik;
b. aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya; dan
c. ramah lingkungan.
(2) Kondisi andal dan aman bagi Instalasi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi:
a. Instalasi Tenaga Listrik yang beroperasi secara berkesinambungan dalam kurun waktu yang telah direncanakan; dan
b. Instalasi Tenaga Listrik yang mampu mengantisipasi timbulnya risiko kerusakan akibat ketidaknormalan operasi dan gangguan.
(3) Kondisi aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi Instalasi Tenaga Listrik yang bebas dari:
a. bahaya tenaga listrik;
b. bahaya mekanis;
c. bahaya termal; dan/atau
d. bahaya kimia.
(4) Kondisi ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi Instalasi Tenaga Listrik yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Dalam Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan, Menteri ESDM :
A. Penetapan Kebijakan Badan Usaha Terkait Keselamatan Ketenagalistrikan Setiap Instalasi Tenaga Listrik harus memiliki kebijakan Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi:
1. Strategi Badan Usaha dalam mewujudkan Keselamatan Ketenagalistrikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan paling sedikit harus :
a. menguraikan visi, misi, dan tujuan Badan Usaha _ terkait Keselamatan Ketenagalistrikan;
b. memiliki upaya peningkatan kinerja Keselamatan Ketenagalistrikan secara terus menerus; dan
c. mewujudkan komitmen untuk mendorong keterlibatan pekerja dalam penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan.
2. Kerangka kerja yang terencana dan dapat diterapkan, paling sedikit harus:
a. mendukung strategi manajemen;
b. mendukung tujuan Keselamatan Ketenagalistrikan;
c. memenuhi persyaratan umum Keselamatan Ketenagalistrikan untuk Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik dan memenuhi ketentuan SNI sesuai dengan peraturan perundang undangan di bidang ketenagalistrikan untuk Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik dan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik; dan
d. memenuhi ketentuan pedoman penerapan SMK2
3. Strategi untuk melakukan peningkatan penerapan SMK2 secara berkelanjutan, paling sedikit harus :
a. bersifat dinamis dan dapat ditinjau ulang secara berkala; dan
b. sesuai dengan strategi perubahan Badan Usaha dan ketentuan peraturan perundang undangan.
4. Sistem dokumentasi dan komunikasi penerapan SMK2. Sistem dokumentasi penerapan SMK2 harus memuat :
a. tugas dan tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan Keselamatan Ketenagalistrikan;
b. pembagian tanggung jawab dan kewenangan untuk mewujudkan Keselamatan Ketenagalistrikan;
c. sistem pendukung dan jangka waktu untuk mewujudkan Keselamatan Ketenagalistrikan;
d. tata cara pengendalian dokumen dan rekaman Keselamatan Ketenagalistrikan; dan identifikasi dan mitigasi risiko.
Sistem komunikasi penerapan SMK2 harus :
a. disosialisasikan kepada seluruh pekerja bidang ketenagalistrikan, tamu, Badan Usaha jasa penunjang ketenagalistrikan, pemasok, dan/atau pelanggan;
b. melibatkan pemangku kepentingan dalam penyusunan strategi penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan; dan
c. mengatur penyampaian informasi mengenai penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan kepada pemangku kepentingan.
Penetapan Organisasi SMK2
Pemilik Instalasi Tenaga Listrik yang berbentuk Badan Usaha harus menetapkan struktur organisasi dan kewenangan SMK2 yang meliputi:
1. Struktur Organisasi SMK2
Struktur organisasi SMK2 ditetapkan dengan susunan paling sedikit meliputi:
a. PJBU;
b. PJK2;
c. teknisi Keselamatan Ketenagalistrikan atau analis Keselamatan Ketenagalistrikan; dan
e. tim tanggap darurat.
2. Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan Terkait Pemenuhan Keselamatan Ketenagalistrikan Organisasi SMK2 harus mengatur dan menetapkan secara tertulis kewenangan PUBU dan PJK2 dalam pengambilan keputusan terkait pernenuhan Keselamatan Ketenagalistrikan.
a. Kewenangan PJBU meliputi:
1) menetapkan kebijakan terkait penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan dalam organisasi; dan
2) menunjuk dan menetapkan PUK2.
b. Tugas PJK2 paling sedikit meliputi:
1) melaksanakan kebijakan terkait penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan;
2) menyeleksi dan menempatkan personel;
3) menyelenggarakan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan terkait Keselamatan Ketenagalistrikan;
4) menyusun, menetapkan, dan menerapkan komunikasi Keselamatan Ketenagalistrikan;
5) mengelola administrasi Keselamatan Ketenagalistrikan;
6) menyusun, menerapkan, dan mendokumentasikan partisipasi, konsultasi, motivasi, dan kesadaran penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan; dan
7) mengumpulkan dan menganalisis data serta mencatat rincian setiap kejadian yang terkait penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan.