Jakarta, Ruangenergi.com – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), menegaskan bahwa pengurangan emisi menjadi salah satu pilar utama pada usaha peningkatan produksi migas nasional sebesar 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, program pengurangan emisi sekaligus merupakan kontribusi nyata upaya hulu migas menjaga Indonesia sebagai paru-paru dunia demi menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi yang akan datang,
Guna memastikan program keberlanjutan lingkungan hulu migas dapat terealisasi, Dwi melanjutkan, pihaknya telah memasukkan program ini ke dalam Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0, yaitu rencana hulu migas untuk mencapai target produksi migas di 2030 sebesar 1 juta BOPD minyak dan 12 BSCFD gas. Program tersebut adalah mendukung pencapaian keberlanjutan lingkungan, yang diterjemahkan ke dalam 2 program kunci yaitu Decommisioning dan Low Carbon Initiative.
“SKK Migas sebagai lembaga Negara yang mengawasi dan mengendalikan kegiatan usaha hulu migas, memastikan terlindunginya lingkungan dalam operasi hulu migas sejak tahap eksplorasi hingga produksi. Langkah ini telah ditetapkan dalam rencana strategis Indonesia Oil and Gas 4.0 tahun 2020 – 2030. Salah satu target yang hendak dicapai adalah memastikan keberlanjutan lingkungan,” ujar Dwi Soetjipto.
Dwi menuturkan, dalam implementasinya program diterjemahkan melalui penguatan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau PROPER oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diikuti sejak tahun 2002. Setiap tahun target peningkatan prestasi selalu dinaikkan.
“Pada tahun 2020 100% kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) telah memenuhi kriteria taat, dengan rincian 38 KKKS masuk kategori taat (proper biru) dan 32 KKKS telah mendapatkan penilaian proper yang lebih tinggi, meliputi 26 KKKS mendapatkan proper hijau dan 6 KKKS mendapatkan proper emas,” paparnya.
Industri hulu migas juga melakukan manajemen konservasi energi, untuk maksud yang sama, di antaranya :
Pertama, mengimplementasikan energi konversi baik dalam perencanaan dan keteknikan operasi; Kedua, Penerapan kebijakan hemat energi; Ketiga, Implementasi Life Cycle Analysis; Keempat, Pemanfaatan energi baru terbarukan, dan; Kelima, Optimasi penggunaan associate gas untuk kebutuhan operasi.
Ia melanjutkan, upaya mewujudkan keberlanjutan lingkungan di atas memberikan dampak positif dalam penghematan biaya operasional hulu migas. Semisal di Pertamina EP pemanfaatan flare gas dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar 66,8%.
Adapun di Premier Oil pemanfaatan flare gas dapat menambah 0,65MMSCFD penjualan gas. Langkah terkini yang dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS adalah menerapkan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
Melalui penerapan CCUS, maka dapat memperpanjang rantai penggunaan limbah dari sektor perekonomian dengan tetap mengendalikan neraca emisi CO2 secara global, serta meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
“Rencana CCUS di sektor hulu migas diterapkan pada CO2-Enhanced Oil Recovery yang saat ini masih dalam bentuk kajian dan persiapan pilot project di Lapangan Gundih, Sukowati, Limau-Niru, dan Tangguh. CCUS EOR Lapangan Sukowati berpotensi menyimpan 15 juta tCO2. CCUS EOR Lapangan Tangguh berpotensi menyimpan 30 juta tCO2,” imbuh Dwi.
“Keberhasilan penerapan CCUS pada beberapa lapangan migas tersebut, akan menjadi modal yang penting, mengingat salah satu srategi peningkatan produksi migas untuk mewujudkan Visi 2030 diperoleh dari penerapan EOR. Sehingga langkah peningkatan produksi hulu migas justru berperan dalam mengurangi emisi CO2,” tutup Dwi.