Jakarta, Ruangenergi.com – Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mengungkapkan bahwa transisi menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) perlu kehati-hatian dan kearifan.
Menurutnya, di samping upaya menggalakkan energi yang ramah lingkungan, Indonesia juga memiliki potensi energi yang lain seperti batubara, tenaga surya, maupun air sehingga perlu ada integrasi dalam pengembangan dan pengelolaan energi, guna menjaga transisi energi.
“Nah itu yang ingin kita pelajari dan akan kita cari solusinya, integrasinya seperti apa, terutama dalam konteks menjaga transisi energi. Transisi energi kan tidak mungkin spontanitas, perlu ada proses waktu yang kita sesuaikan,” jelas Mukhtar beberapa waktu lalu.
Dia melanjutkan, jangan sampai transisi energi ini nantinya menimbulkan persoalan, seperti yang kini terjadi di Eropa dan China, dimana mereka mengalami krisis energi karena pasokan energinya terganggu.
Berkaca dari hal tersebut, Mukhtar menilai sistem energi nasional harus terintegrasi untuk mencegah hal yang serupa terjadi.
“Jadi tidak boleh parsial (transisi) energi ini, harus terintegrasi, terintegrasi secara baik. Nah inilah yang menjadi bahan bahan nanti yang akan kami kembali dalami dalam masa sidang yang akan datang. Temuan-temuan (pada kunjungan kerja) reses ini akan kita tindak lanjuti,” katanya.
Lebih jauh, Politisi Partai Golongan Karya tersebut, mengatakan bahwa PLTP Gunung Salak menggunakan geothermal (panas bumi) pada proses hulunya. Proses hulu PLTP ini cukup mahal dan membutuhkan teknologi serta keahlian luar biasa, sehingga Komisi VII DPR RI ingin melihat efisiensi dan efektivitas PLTP tersebut.
“Target kita adalah melangkah pada 23% dari energi baru terbarukan per tahun 2025. Oleh karena itu, ini tentu (menjadi) bagian daripada proses itu,” tutup Mukhtar.