Jakarta, Ruangenergi.com – Ahli hukum perdata dari Universitas Airlangga (Unair), Ghansham Anand mengatakan, jika pengadilan tidak dapat membuktikan penipuan atau fraud sebagaimana gugatan yang dismpaikan PT Meratus Line terhadap PT Bahana Line maka gugatan tersebut harus ditolak.
“Jika ada dugaan penipuan dalam gugatan, maka hal itu harus dibuktikan lebih dulu dalam putusan pidananya. Artinya penipuan harus terbukti dahulu,” ungkap Ghansham dalam sidang perkara gugatan PT Meratus Line terhadap PT Bahana Line yang sidangnya dilaksanakan pada Rabu (26/10/2022).
“Apabila pengadilan tidak dapat membuktikan penipuan itu, maka gugatan harus ditolak,” sambung Ghansham dalam sidang yang telah memasuki agenda mendengarkan keterangan ahli perdata itu.
Sementara Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma’arif, mengungkapkan gugatan PT Meratus Line selama ini juga menuduh adanya dugaan penipuan atau fraud.
“Dalam sidang yang menghadirkan ahli ini kita ingin menegaskan, bahwa menurut ahli, fraud itu harus dibuktikan lebih dulu melalui putusan pidana yang bisa dijadikan dasar untuk menuntut ganti rugi,” kata Syaiful.
Gugatan PT Meratus Line itu sendiri berwujud gugatan wanprestasi. Namun, bila mendengarkan keterangan ahli perdata maka harusnya hal itu tidak masuk dalam kategori wanprestasi, melainkan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Karena dugaaan penyimpangan tersebut dilakukan oleh karyawan Meratus sendiri yang dituduh fraud dengan karyawannya Bahana. Untuk kategori seperti itu, jenis gugatannya bukan wanprestasi tapi harusnya adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH),” kata Syaiful.
Lebih jauh dia mengatakan, dalam perkara ini apa yang dituduhkan oleh Meratus dengan gugatan yang diajukan itu berbeda. Sehingga, gugatan wanprestasi yang dilayangkan oleh Meratus salah sasaran lantaran dalam perkara ini para oknum karyawan yang telah melakukan PMH.
“Tadi sudah bisa kita buktikan bahwa tuduhan itu, sesuai dengan yang dituduhkan dan gugatan itu berbeda. Pertama barang itu masih ada 20 sebagai contoh, lalu barang itu disedot dijual bersama, kongkalikong diantara karyawan ini. Yang dikirim dari Bahana jumlahnya sama dengan yang diorder. Jadi dalam kategori ini Bahana tidak melakukan wanprestasi. Justru PMH yang dilakukan karyawan itu,” papar Syaiful.
Seharusnya, lanjut dia, yang dihadirkan pihak gugatan adalah perusahaan dan karyawan yang melakukan. Karena itu untuk membuktikan bahwa perbuatan dalam kasus tersebut adalah wanprestasi atau PMH.
Dia menambahkan, asumsi dari pembuktian tadi sudah jelas, bahwa unsur gugatan itu tidak bisa dibuktikan semua. Karena hasil audit, dengan gugatan berbeda.
“Kalau hasil audit itu diisi, kemudian lebihnya dibelokin lagi untuk dijual. Sedangkan dalam gugatan, itu dikosongkan. Artinya hasilnya dikosongkan kemudian dijual bersama oleh para pihak yang kong kalikong itu,” imbuh Syaiful.
Sementara kuasa hukum PT Meratus Line, Yudha Prasetyawan, mengatakan tidak mempersoalkan keterangan ahli.
“Karena apa yang didalilkan ahli perdata tersebut justru mendukung pihak Meratus,” tegas Yudha.
Seperti diketahui, sidang gugatan perdata di PN Surabaya tersebut bermula dari persoalan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di kapal. Dimana PT Bahana Line berperan sebagai pemasok BBM dan yang dipasok adalah kapal milik PT Meratus Line.
Dalam prosesnya “dituduh” sejumlah oknum karyawan PT Meratus Line yang “kongkalikong” dengan oknum karyawan PT Bahana Line menggelapkan sejumlah pasokan BBM untuk memperkaya diri sendiri.
Setidaknya 17 oknum karyawan kedua perusahaan tersebut kini telah meringkuk di penjara Polda Jatim.
PT Meratus sendiri juga telah melakukan berbagai upaya hukum, seperti gugatan perdata. Diduga ini dilakukan terkait upaya memperlambat proses PKPU Tetap yang diajukan Bahana yang jika Tuntas, ini bisa membuat PT Meratus Pailit.(SF)