Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia Tolak Skema Power Wheeling di RUU EBT

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Penolakan skema power wheeling di Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) kembali disampaikan Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MLKI). Hal ini dikhawatirkan menciptakan kartel pada sektor kelistrikan nasional, sehingga dapat memainkan tarif listrik yang dijual ke konsumen.

Sebagai informasi, skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.

Presiden MKLI Ahmad Daryoko menyampaikan, skema power wheeling dalam RUU EBT akan membuat produsen listrik swasta bisa menjual langsung pada konsumen atau Multy Buyer and Multy Seller (MBMS), hal ini akan membuat produsen listrik swasta bebas menetapkan besaran tarif listrik yang dijual pelanggan.

“Nanti tetap menggunakan jaringan PLN, tapi statusnya hanya sewa, PLN hanya menjadi kuli panggulnya saja,” kata Daryoko, Senin (6/2/2023).

Menurutnya, jika keterlibatan PLN disingkirkan dalam proses jual beli listrik maka kontrol negara akan kurang, sebab PLN menjadi kepanjangan tangan negara dalam sektor kelistrikan. Hal ini tentu akan menciptakan praktik Kartel.

“Akhirnya tarif listrik tidak terkendali secara total, okelah pemerintah bisa mengintervensi tapi dalam bentuk subsidi. Kalau MBMS terjadi kartel terjadi, membuat perhitungan biaya operasi jadi membengkak,” tuturnya.

Selain itu Mantan Ketua Umum Serikat Pekerja PLN ini mengatakan, jika power wheeling diterapkan, maka akan melanggar konstitusi, sebab pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa segala hajat hidup masyarakat dikuasai oleh negara, dan listrik merupakan salah satu hajat hidup masyarakat.

“Karena listrik kepemilikan publik harus dikuasai oleh negara, sehingga PLN ini perusahaan yang diamanahi ketenagalistrikan untuk mensejahterakan rakyat, kalau dikuasai orang per orangan itu menyalahi konstitusi,” tukasnya.

Daryoko khawatir, jika Indonesia menerapkan skema power wheeling maka akan seperti Filipina, di mana harga listriknya meningkat pesat sehingga membuat masyarakat menderita.

“Negara lain yang sudah menerapkan power wheeling adalah Filipina. Setelah pemerintah Filipina menjual perusahaan listrik nasional ke swasta, terjadi MBMS tarif listriknya naik. Sehingga masyarakatnya minta perusahaan listrik dinasionalisasi lagi, tapi ya sudah tidak bisa,” pungkasnya.

Seperti diketahui, skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.(SF)