Telah Terbit Peraturan Presiden RI Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaran Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Telah terbit Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 2024 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.  Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 2024 oleh Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Praktikno. Dicatatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 27.

Ruangenergi.com mendapatkan copy salinan Peraturan Presiden tersebut. Isinya antara lain sebagai berikut:

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.
2. Karbon adalah karbon dioksida (CAS 124-38-9) dengan spesifikasi konsentrasi tertentu yang berasal dari emisi yang ditangkap dan diproses dengan berbagai teknologi dengan memperhatikan standar dan kaidah keteknikan yang baik, yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, pembangkit listrik, industri, dan kegiatan penghasil emisi lainnya dari domestik atau luar negeri
dengan tujuan untuk diinjeksikan ke zona target injeksi.
3. Wilayah lzin Penyimpanan Karbon adalah wilayah tertentu di wilayah Indonesia untuk penyelenggaraan penangkapan dan penyimpanan Karbon.
4. Zona Target Injeksi yang selanjutnya disingkat ZTI adalah sistem batuan dalam formasi geologi mencakup lapisan zona penyimpanan, lapisan zona penyangga, lapisan zona kedap dan perangkap geologi yang mampu menampung Karbon yang diinjeksikan, secara aman dan permanen serta memenuhi standar keamanan lingkungan.
5. lzin Eksplorasi adalah izin yang diberikan oleh pemerintah untuk melakukan eksplorasi ZTI di Wilayah Izin Penyimpanan Karbon melalui kegiatan akuisisi data,
pengeboran, studi bawah permukaan, dan mitigasi risiko
kebocoran ZTI.
6. lzin Operasi Penyimpanan adalah izin yang diberikan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan injeksi dan penyimpanan Karbon di Wilayah lzin Penyimpanan
Karbon.
7. lzin Transportasi Karbon adalah izin yang diberikan Pemerintah untuk pengangkutan Karbon ke titik serah lokasi injeksi.
8. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal,
lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
9. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses
penambangan Minyak dan Gas Bumi.
10. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.
11. Nilai Ekonomi Karbon yang selanjutnya disingkat NEK adalah nitai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.
12. Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture and Storage yang selanjutnya disingkat CCS adalah kegiatan usaha yang mencakup penangkapan
Karbon dan/atau pengangkutan Karbon tertangkap, penginjeksian dan penyimpanan Karbon ke ZTI dengan aman dan permanen sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
13. Penangkapan Karbon adalah kegiatan usaha penangkapan dan pemrosesan Karbon dengan spesifikasi tertentu untuk selanjutnya diangkut dengan moda
pengangkutan tertentu.
14. Pengangkutan Karbon adalah kegiatan usaha yang mencakup pengangkutan Karbon dari fasilitas penangkapan dan/atau pemrosesan dengan moda
pengangkutan sampai dengan titik serah injeksi Karbon.
15. Penyimpanan Karbon adalah kegiatan usaha penginjeksian dan penyimpanan Karbon ke ZTI dengan aman dan permanen.

16. Storage Akuifer Asin adalah formasi batuan di bawah permukaan yang bersifat porous dan permeable dan mengandung air tanah dengan kandungan garam atau
mineral terlarut, dan tidak dimanfaatkan untuk konsumsi dan untuk keperluan lain.
17. Kebocoran adalah perpindahan Karbon keluar dari ZTI dan / atau pengangkutan.
18. Integritas Sumur adalah kemampuan mencegah Kebocoran pada pipa selubung, pipa sembur, penyekat, kepala sumur dan/atau chistmas tree pada sumur injeksi, sumur produksi, atau sumur pengawasan.
19. Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification) yang selanjutnya disingkat MRV adalah kegiatan untuk memastikan data dan/atau informasi aksi mitigasi dan aksi adaptasi telah dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan/atau standar
yang telah ditetapkan serta dijamin kebenarannya.
20. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.
21. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.
22. Eksplorasi ZTI adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai potensi ZTI Karbon di wilayah yang ditentukan.
23. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
24. Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak keda sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan
negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
25, Depleted Resevoir Minyak dan Gas Bumi yang
selanjutnya disebut Depleted Reservoir adalah reservoir Minyak dan Gas Bumi yang telah mengalami penurunan tekanan reservoir atau cadangan hidrokarbon akibat produksi Minyak dan Gas Bumi serta tidak dapat diproduksikan lagr secara ekonomis dengan teknologi yang ada saat ini.
26. Monitoring adalah proses atau kegiatan memeriksa, mengawasi, mengamati, mengukur, atau menenhrkan status suatu sistem secara terus-menerus atau
berulang-ulang untuk mengidentifikasi perubahan dari rona awal atau perbedaan dari tingkat kinerja yang diharapkan.
27. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah pelaksana penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi di bawah pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Menteri.
28. Badan Pengelola Migas Aceh yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian
bersama Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (O sampai dengan 12 mil laut).
29. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan
Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas atau BPMA.
30. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
31. Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia dan wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.

32. Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca yang
selanjutnya disingkat SPE GRK adalah surat bentuk
bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan
yang telah melalui MRV, serta tercatat dalam Sistem
Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim dalam
bentuk nomor dan/atau kode registri.
33. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Minyak dan Gas Bumi.
BAB II
(U Dalam Wilayah Kerja dilaksanakan kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi.
(21 Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan kegiatan penyelenggaraan CCS.
(3) Penyelenggaraa.n CCS pada Wilayah Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan oleh Kontraktor
berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 3
Penyelenggaraan CCS pada Wilayah Izin Penyimpanan Karbon
dilaksanakan oleh pemegang izin berdasarkan lzin Eksplorasi
dan lzin Operasi Penyimpanan.
BAB III
PENYELENGGARAAN CARBON CAPTURE AND STORAGE
BERDASARKAN KONTRAK KERJA SAMA
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan CCS pada Wilayah Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)menjadi bagian dari
operasi perminyakan berdasarkan Kontrak Kerja Sama.

(21 Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian
biaya operasi;
b. kontrak bagi hasil gross split; atau
c. Kontrak Kerja Sama lainnya.
(3) Untuk Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang belum memuat ketentuan CCS dilakukan
amandemen Kontrak Kerja Sama.
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan kegiatan CCS di Wilayah Kerja
berdasarkan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1), Kontraktor melalui SKK Migas
atau BPMA sesuai kewenangannya menyampaikan
rencana penyelenggaraan CCS.
(21 Rencana penyelenggaraan CCS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan sebagai bagian dari permohonan
persetujuan:
a. rencana pengembangan lapangan yang pertama atau
perubahan atas rencana pengembangan lapangan
yang pertama yang telah disetujui; atau
b. rencana pengembangan lapangan selanjutnya atau
perubahan atas rencana pengembangan lapangan
selanjutnya yang telah disetujui.
(3) Dalam rangka penyelenggaraan CCS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang mengakibatkan perubahan
luas Wilayah Kerja semula, Menteri melakukan
koordinasi dengan:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang tata ruang;
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan; dan/atau
c. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
(4) Menteri berdasarkan rekomendasi SKK Migas dapat
menyetujui atau menolak rencana penyelenggaraan CCS
yang diajukan sebagai bagian dari permohonan
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
huruf a.
(5) SKK Migas atau BPMA sesuai kewenangannya dapat
menyetujui atau menolak rencana penyelenggaraan CCS
yang diajukan sebagai bagian dari permohonan
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b.
(6) Untuk Wilayah Kerja di wilayah kewenangan Aceh,
Menteri dapat menyetujui atau menolak rencana
penyelenggaraan CCS yang diajukan sebagai bagian dari
permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a setelah berkoordinasi dengan Gubernur
Aceh berdasarkan pertimbangan dari BPMA.
(71 Rencana penyelenggaraan CCS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disertai sertifikasi kapasitas
Penyimpanan Karbon.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kapasitas
Penyimpanan Karbon sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) diatur dengan Peraturan Menteri.
PasaL 6
Dalam rangka penyelenggaraan CCS pada Wilayah Kerja dari
sumber Karbon di luar Kegiatan Usaha Hulu:
a. SKK Migas memberikan pertimbangan kepada Menteri
atas rencana pengembangan lapangan yang pertama atau
perubahan atas rencana pengembangan lapangan yang
pertama yang telah disetujui sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a; atau
b. SKK Migas memberikan persetqiuan atas rencana
pengembangan lapangan selanjutnya atau perubahan atas
rencana pengembangan lapangan selanjutnya yang telah
disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf b.
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan CCS sebagai bagian dari rencana
pengembangan lapangan atau perubahannya yang telah
disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) ditindaklanjuti dengan amandemen
Kontrak Kerja Sama.
(21 Amandemen Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk ketentuan mengenai tanggung
jawab Kontraktor atas penyelenggaraan CCS.

(3) Kontraktor mengusulkan secara tertulis persetujuan
amandemen Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Menteri melalui SKK Migas.
(4) Terhadap usulan amandemen Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKK Migas
melakukan evaluasi aspek teknis, ekonomi, operasi,
keselamatan dan lingkungan, dan penutupan kegiatan
untuk memberikan pertimbangan kepada Menteri.
(5) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
amandemen Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berdasarkan pertimbangan SKK Migas.
(6) Khusus di wilayah kewenangan Aceh, Menteri
berdasarkan pertimbangan Gubernur Aceh dapat
menyetujui amandemen Kontrak Kerja Sama yang
diusulkan Kontraktor melalui BPMA.
Pasal 8
(1) Kontraktor dapat melakukan pemanfaatan Depleted
Reseruoir atau Storage Akuifer Asin yang berada di
Wilayah Kerjanya untuk penyelenggaraan CCS.
(21 Penghasil emisi dapat memanfaatkan fasilitas operasi
CCS yang dioperasikan oleh Kontraktor, sepanjang
fasilitas memenuhi kelayakan:
a. teknis;
b. keekonomian; dan
c. keamanan operasi.
(3) Pemanfaatan fasilitas operasi CCS oleh penghasil emisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal Karbon bersumber dari luar Kegiatan Usaha
Hulu, bagian kegiatan CCS yang merupakan kegiatan
operasi perminyakan dimulai dari titik serah injeksi
Karbon di Wilayah Kerja Kontraktor.
(5) Dalam hal ZTI pada Wilayah Kerja meluas ke luar
Wilayah Kerja dan dapat dimanfaatkan sebagai tempat
Penyimpanan Karbon, Kontraktor melalui SKK Migas
dapat mengusulkan perluasan Wilayah Kerja kepada
Menteri.

(6) Menteri berdasarkan rekomendasi SKK Migas dapat
menyetujui atau menolak usulan perluasan Wilayah
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(71 Sebelum memberikan persetujuan perluasan Wilayah
Kerja, terhadap usulan perluasan Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri melakukan
koordinasi dengan:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang tata ruang;
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan; dan/atau
c. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
(8) Dalam hal usulan perluasan Wilayah Kerja disetujui
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SKK Migas dan
Kontraktor melakukan amandemen Kontrak Kerja Sama.
BAB IV
PENYELENGGARAAN CARBON CAPTURE AND STORAGE BERDASARKAN
IZIN EKSPLORASI DAN IZIN OPERASI PENYIMPANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasa1 9
(1) Penyelenggaraan CCS pada Wilayah lzin Penyimpanan
Karbon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dilaksanakan berdasarkan lzin Eksplorasi dan lzin
Operasi Penyimpanan yang diterbitkan oleh Menteri.
l2l Dalam menerbitkan lzin Eksplorasi dan lzin Operasi
Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri melimpahkan kewenangannya kepada
menteri/kepala badan yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman
modal.
(3) Penyelenggaraan CCS berdasarkan Izin Eksplorasi dapat
dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

(4) Penyelenggaraan CCS berdasarkan lzin Operasi
Penyimpanan hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha.
(5) Wilayah lzrn Penyimpanan Karbon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan area yang dapat
berada di:
a. wilayah terbuka;
b. wilayah izin usaha pertambangan; dan/atau
c. Wilayah Kerja.
Bagian Kedua
Penyiapan, Penetapan, dan Penawaran
Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
Pasal 1O
(1) Menteri menyiapkan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
yang akan ditetapkan.
l2l Selain dilaksanakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penyiapan Wilayah lzin Penyimpanan
Karbon dapat berdasarkan usulan dari Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap.
(3) Penyiapan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21
dilaksanakan berdasarkan:
a. penilaian risiko awal; dan
b. evaluasi teknis atas hasil pengolahan data, kegiatan
Eksplorasi dan Eksploitasi, atau survei umum.
(4) Dalam hal Wilayah lzin Penyimpanan Karbon yang
disiapkan bertampalan (ouerlagl atau berada dalam
1 (satu) wilayah dengan Wilayah Kerja dan/atau wilayah
izin usaha pertambangan, penyiapan Wilayah lzin
Penyimpanan Karbon dilakukan dengan kerja sama
pemanfaatan data dan/atau pemanfaatan bersama
fasilitas permukaan.
Pasal 1 1
(1) Menteri menetapkan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
dan ketentuan-ketentuan pokok kegiatan usaha CCS
yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap.
(21 Dalam rangka penetapan Wilayah lzin Penyimpanan
Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
melakukan koordinasi dengan:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan;
b. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang tata ruang; dan/atau
c. menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
(3) Selain koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri melakukan koordinasi dengan pemerintah
daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyiapan dan
penetapan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon diatur
dalam Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Menteri melakukan penawaran Wilayah lzin
Penyimpanan Karbon kepada Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap.
(21 Penawaran Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
seleksi terbatas atau lelang dengan berasaskan
keterbukaan, keadilan, akuntabilitas, dan persaingan
yang sehat.
(3) Seleksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan terhadap Wilayah Izin Penyimpanan Karbon
yang diusulkan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap.
(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
mengusulkan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon,
mendapatkan hak untuk menyamai penawaran tertinggi
(rLght to match) pada saat dinilai memenuhi kemampuan
teknis dan finansial dalam proses evaluasi seleksi
terbatas.
(5) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
terhadap Wilayah lzin Penyimpanan Karbon yang
disiapkan oleh Menteri.

(6) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengikuti
seleksi terbatas atau lelang harus memiliki:
a. kemampuan teknis yang berkaitan dengan Kegiatan
Usaha Hulu, tambang, atau geothermal;
b. kemampuan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun; dan
c. kemampuan finansial untuk menjalankan kegiatan
Eksplorasi 7:ll dan/atau kegiatan operasi
Penyimpanan Karbon pada Wilayah lzin Penyimpanan
Karbon.
(71 Dalam hal peserta seleksi terbatas atau lelang
merupakan konsorsium Badan Usaha dan/atau Bentuk
Usaha Tetap, peserta seleksi terbatas atau lelang harus
menyampaikan surat perjanjian konsorsium yang
memuat kesepakatan penunjukan Badan Usaha
dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang bertindak sebagai
operator dan nonoperator.
(8) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditunjuk
sebagai operator sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
memiliki wewenang untuk mewakili konsorsium dalam
berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kementerian
atau lembaga terkait dalam pelaksanaan lzirr Eksplorasi
atau lzin Operasi Penyimpanan.
Pasal 13
(1) Dalam hal terdapat potensi pemanfaatan ZTI pada suatu
area di Wilayah Kerja yang tidak diusahakan oleh
Kontraktor atau wilayah izin usaha pertambangan yang
tidak diusahakan oleh pemegang izrn usaha
pertambangan, maka:
a. afiliasi Kontraktor;
b. afiliasi pemegangizin usaha pertambangan; atau
c. Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap,
dapat mengusulkan penyelenggaraan CCS kepada
Menteri untuk ditetapkan menjadi Wilayah lzin
Penyimpanan Karbon.
(2) Wilayah lzin Penyimpanan Karbon yang telah ditetapkan
oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap melalui seleksi terbatas.

Pasal 14
(1) Penetapan Wilayah lzin Penyimpanan Karbon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan
Pasal 13 ayat (1) yang berada di dalam Wilayah Kerja
dan/atau wilayah izin usaha pertambangan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan potensi dampak
penyelenggaraan kegiatan CCS terhadap
keberlangsungan operasi perminyakan di Wilayah Kerja
dan/atau kegiatan Eksplorasi dan produksi di wilayah
izin usaha pertambangan yang sudah ada.
(21 Pertimbangan potensi dampak penyelenggaraan kegiatan
CCS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
oleh:
a. Kontraktor melalui SKK Migas atau BPMA atas
rencana penyelenggaraan CCS di Wilayah Kerjanya;
dan/atau
b. pemegang izin usaha pertambangan atas rencana
penyelenggaraan CCS di wilayah izin usaha
pertambangannya,
kepada Menteri.
Pasal 15
(1) Menteri menetapkan pemenang seleksi terbatas atau
lelang Wilayah lzin Penyimpanan Karbon dan
ketentuan-ketentuan pokok kegiatan usaha CCS.
(21 Pemenang seleksi terbatas atau lelang Wilayah lzin
Penyimpanan Karbon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan Izin Eksplorasi oleh Menteri setelah
mengajukan permohonan kepada Menteri melalui sistem
perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online
single submissionl.
(3) Dalam hal pemenang seleksi terbatas atau lelang
berbentuk konsorsium, ketentuan-ketentuan pokok
kegiatan usaha CCS dalam lzin Eksplorasi berlaku
mengikat untuk masing-masing anggota konsorsium.
(4) Pemenang seleksi terbatas atau lelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk afiliasinya atau
membuat entitas baru dengan ketentuan afiliasi atau
entitas tersebut dimiliki atau dikendalikan secara
langsung oleh pemenang seleksi terbatas atau lelang
(5) Dalam hal pemenang seleksi terbatas atau lelang
berbentuk konsorsium sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dapat menunjuk salah satu anggota konsorsium
menjadi operator yang mewakili anggota konsorsium
lainnya atau membentuk 1 (satu) Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap sebagai pemeganglzin Eksplorasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
seleksi terbatas dan lelang, evaluasi, dan penetapan
pemenang seleksi terbatas dan lelang diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Izin Eksplorasi
Pasal 16
(1) Pemenang seleksi terbatas atau lelang mengajukan
nomor induk berusaha sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebelum mengajukan
Izin Eksplorasi.
(21 Menteri memberikan lzin Eksplorasi setelah pemenang
seleksi terbatas atau lelang memenuhi persyaratan
administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)paling sedikit meliputi:
a. nomor induk berusaha;
b. nama dan akta perusahaan yang akan mengajukan
permohonan izin, dengan ketentuan entitas tersebut
dimiliki atau dikendalikan secara langsung oleh
pemenang seleksi terbatas atau lelang atau
perusahaan induknya;
c. surat permohonan; dan
d. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan
daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dalam hal terjadi pemutakhiran
data.
l4l Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat l2l
meliputi:
a. komitmen pasti Eksplorasi ZTI;
b. rencana kerja pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi ZTI;
c. jaminan pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi ZTI;
d. studi mitigasi jalur Kebocoran, pengeboran sumur,
dan tes injektivitas formasi;
e. studi konseptual pengembangan Penyimpanan
Karbon dan pemilihan konsep pengembangan; dan
f. persyaratan teknis lainnya sesuai dengan ketentuan
lainnya.
(5) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 meliputi persetujuan lingkungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(6) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit meliputi:
a. bukti penempatan jaminan pelaksanaan komitmen
pasti Eksplorasi ZTI; dan
b. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Pasal 17
(1) Izin Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (21 berlaku selama 6 (enam) tahun dan dapat
diperpanjang satu kali paling lama 4 (empat) tahun.
(2) lzin Eksplorasi paling sedikit memuat ketentuan
mengenai:
a. identitas Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
yang diberikan izin;
b. kewajiban pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi
ZTI;
c. rencana kerja pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi
ZTI;
d. jaminan pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi Tll;
e. tarta. cara dan persyaratan pengajuan Rencana
Pengembangan dan Operasi (Plan for Deuelopment and
Operationl ZTI;
f. kewajiban pasca operasi kegiatan Eksplorasi ZTI;
g. jangka waktu izin;
h. kewajiban penyerahan data Eksplorasi ZTI yang
diperoleh;
i. kewajiban penerimaan negara bukan pajak kepada
Pemerintah; dan
j. pengawasan izin oleh Pemerintah.
(3) Pemegang lzin Eksplorasi dilarang memindahtangankan
Izin Eksplorasi.
Pasal 18
(1) Pemegang lzin Eksplorasi wajib mengajukan rencana
kerja pelaksanaan komitmen pasti Eksplorasi ZTI untuk
mendapatkan persetujuan rencana kerja pelaksanaan
komitmen pasti Eksplorasi ZTI dari Menteri.
(21 Pemegang lzin Eksplorasi wajib memperoleh persetujuan
rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebelum melakukan kegiatan Eksplorasi ZTl.
(3) Dalam hal terdapat perubahan kegiatan Eksplorasi ZTI
mengakibatkan perubahan ruang lingkup persetujuan
lingkungan yang sudah ada, pemegang lzin Eksplorasi
harus mendapatkan persetujuan lingkungan dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup sebelum melakukan kegiatan
Eksplorasi ZTl.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan
pelaksanaan lzin Eksplorasi diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 19
(1) Saham Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap pemegang
Izin Eksplorasi dapat dialihkan secara mayoritas setelah
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap melaksanakan
seluruh komitmen pasti Eksplorasi Ttl.
(21 Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan persetujuan Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan
saham Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap pemegang
Izin Eksplorasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Rencana Pengembangan dan Operasi
(Plan for Deuelopment and Operation)
Pasal 2O
(1) Dalam hal berdasarkan kegiatan Eksplorasi Till terbukti
memiliki potensi kapasitas Penyimpanan Karbon yang
komersial, pemegang lzin Eksplorasi mengajukan
persetujuan Rencana Pengembangan dan Operasi (Plan
for Development and Operation)  ZTI kepada Menteri.
(21 Rencana Pengembangan dan Operasi (Plan for
Deuelopment and Operationl ZTI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kajian paling sedikit terdiri atas:
a. geologi;
b. geofisika;
c. petrofisika;
d. teknik reseruoir,
e. geomekanik;
f. geokimia;
g. hidrogeologi;
h. operasi pengolahan, pengangkutan, injeksi, dan
penyimpanan;
i. keekonomian;
j. keteknikan;
k. keselamatan dan lingkungan;
1. evaluasi dan mitigasi risiko;
m. penutupan; dan
n. Monitoring dan MRV.
(3) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
untuk memperoleh kelayakan rencana penyelenggaraan
CCS sesuai dengan standar yang diacu dan kaidah
keteknikan yang baik.
(4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit terdiri atas:
a. dokumen teknis rencana penyelenggaraan
penangkapan, transportasi, dan operasi Penyimpanan
Karbon;
b. estimasi kapasitas Penyimpanan Karbon yang
dilakukan melalui pemodelan statis dan dinamis pada
ZTI;
c. kedalaman dan ketebalan ZTI;
d. konduktivitas hidrolik ZTI;
e. komposisi Karbon dan dampaknya terhadap Tll;
f. integritas Ziflyang memuat paling sedikit:
1. batas tertinggi tekanan injeksi di lubang sumur
yang tidak melampaui batas tekanan rekah
formasi (ftacfure gradient/ minimum insittt sfress)
berdasarkan fault regime; darr
2. studi geomekanika dan geokimia batuan.
g. Integritas Sumur pada sumur injeksi, sumur
pengawasan, dan/atau sumur tinggal (abandoned
uteltl jika ada di sekitarnya yang berpotensi menjadi
sumber Kebocoran;
h. laju alir dan tekanan injeksi;
i. jangka waktu injeksi;
j. desain dan rencana pelaksanaan pengebor€rn sumur
injeksi;
k. kenaikan tekanan ZTI akibat kegiatan injeksi;
1. kebutuhan dan spesifikasi fasilitas permukaan untuk
kegiatan operasi injeksi;
m. integritas fasilitas permukaan yang diperlukan;
n. pemodelan dinamis sebaran Karbon selama dan
setelah periode tertentu injeksi;
o. estimasi pengurangan Karbon;
p. analisiskeekonomian;
q. penilaian dan mitigasi risiko untuk penyimpanan
jangka panjang termasuk dampak lingkungan, sosial,
dan keterlibatan publik mengacu pada persetujuan
lingkungan;
r. rencana pemanfaatan kapasitas Penyimpanan
Karbon; dan
s. rencana Monitoring dan MRV yang memuat tahap
persiapan kegiatan sampai dengan setelah penutupan
kegiatan CCS, yang disusun sesuai dengan standar
yang diacu dan kaidah keteknikan yang baik.
(5) Rencana Pengembangan dan Operasi (Plan for
Development and Operation) ZTI harus disertai sertifikasi
kapasitas Penyimpanan Karbon.
(6) Sumur injeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf g dan huruf j terdiri atas:
a. sumur baru yang khusus diperuntukkan sebagai
sumur injeksi; atau
b. sumur lama yang dikonversikan menjadi sumur
injeksi.
Pasal 21
(1) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap Rencana Pengemburngan dan Operasi (Plan for
Development and Operation) ZTl.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan
Rencana Pengembangan dan Operasi (Plan for
Development and Operation) ZTI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.