Esdm

Pemerintah Belum Tentukan Besaran Dana Ketahanan Cadangan Minerba

Jakarta, ruangenergi.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menentukan besaran Dana Ketahanan Cadangan (DKC) mineral dan batu bara (Minerba), di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif, mengatakan, Dana Ketahanan Cadangan Minerba dalam UU Minerba nomor 3 tahun 2020 ini sangat penting. Mengapa demikian, karena nyawa dari suatu pertambangan di negara manapun di dunia ini adalah cadangannya.

“Sehingga dengan dimasukannya dana ketahanan cadangan di dalam klaster yang penting ini di dalam penyusunan UU Minerba pelaksanaannya bersifat wajib. Dalam pasal 112A UU Minerba nomor 3 tahun 2020 digunakan untuk penemuan cadangan baru,” kata Irwandy, (26/09).

Dirinya melihat cukup banyak cadangan Minerba yang dimiliki Indonesia, bahkan sampai masuk peringkat 10 besar di dunia.

“Kalau kita lihat di Indonesia ini, kalau kita mengatakan cadangan kita banyak, mungkin saya agak tidak terlalu berani mengatakan itu. Memang ada cadangan-cadangan Minerba Indonesia yang masuk peringkat 10 besar di dunia, antara lain Nikel (4,5 miliar ton); Timah (2,2 juta ton); Logam Emas (3,6 miliar ton); Bauksit (2,8 miliar ton); Batubara (37 miliar ton); dan Tembaga (2,6 miliar ton),” jelasnya.

Akan tetapi sekali lagi, lanjut Irwandy, harus hati-hati dalam mengatakan itu banyak. Menurutnya, jangan hanya melihat peringkat, namun harus berusaha terus dalam meningkatkan cadangan Minerba dengan melakukan eksplorasi-eksplorasi baru maupun eksplorasi lanjutan, seperti yang dicanangkan dalam dana ketahanan cadangan.

Staff Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif

Ia mengungkapkan, Pemerintah belum menentukan besaran DKC melainkan saat ini masih dalam proses.

“Beberapa masukan dari Asosiasi Geologi dan Pertambangan Indonesia memasukkan angka yang belum kita finalkan yaitu 1% dari nett profit. Namun, ada beberapa negara juga dalam studi-studi yang kita lakukan itu ada yang 2,5% – 10% terutama di negara-negara maju,” paparnya.

Ia menjelaskan, di Indonesia ada beberapa multinasional company seperti PT Vale dan PT Freeport Indonesia, sudah melakukan eksplorasi secara teratur dari tahun ke tahun. Sehingga DKC ini mungkin sudah teralokasikan dengan baik.

“Tetapi kita juga harus membedakan antara batu bara dengan logam atau mineral, dan kita juga harus membedakan antara perusahaan-perusahaan besar dengan perusahaan menengah atau kecil,” terangnya.

“Intinya seperti ini, tetapi Pemerintah memastikan dana ketahanan cadangan tidak menggangu arus kas perusahaan dalam melakukan aktivitasnya,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *