Jakarta, Ruangenergi.com – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), terus berupaya agar pembangunan pabrik gasifikasi batu bara kalori rendah yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, akan selesai dalam kurun waktu empat tahun mendatang.
Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin, mengatakan, tahun depan (2021) pihaknya akan start pengerjaan Engineering Procurement and Contruction (EPC).
“Saya harapkan bisa selesai triwulan tiga tahun ini. Tahun depan bisa EPC itu, dan dalam waktu 36-48 bulan paling lambat, pabrik ini sudah bisa beroperasi dimethyl ether (DME). Pada saatnya nanti kita bisa kurangi ketergantungan impor,” jelas Arviyan, (30/09).
Ia menjelaskan, proyek hilirisasi batubara tetap jalan terus (on the track). Karena, lanjut Arviyan, untuk konstruksi itu paling tidak membutuhkan waktu sekitar 3,5 sampai 4 tahun untuk selesai.
“Satu hal lagi, DME yang kita buat itu untuk subtitusi elpiji yang kita tahu sampai saat ini 70% ini masih menggunakan elpiji bahan bakar untuk rumah tangga dan industri. Jadi, menurut hemat saya, barang ini adalah yang subtitusi impor, rasanya ini tidak terkait erat sama resesi,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, pembangunan pabrik DME yang sedang berlangsung tidak hanya dikerjakan oleh PTBA saja melainkan PT Pertamina (Persero) dan Air Product (perusahaan asal Amerika Serikat).
“Air Product, yang punya teknologinya Shell dan diakuisisi oleh Air Product. Itu akan menjadi partner kita dalam proyek gasifikasi ini. Jadi, gak ada kebijakan proyek ini ditunda,” jelasnya.
Meski demikian, pihaknya telah memproyeksikan batubara tahun 2021, tentunya tidak ingin lebih rendah dari tahun 2020. Sehingga ketergantungan terhadap impor elpiji dapat berkurang.
“Proyeksi batubara di depan kita gak mau proyeksinya ini lebih rendah dari tahun ini karena kita sudah ada infra kedepan,” imbuhnya.
Terkait kerjasama dengan berbagai perusahaan dalam membangun pabrik gasifikasi batubara tersebut, Avrian menegaskan bahwa tidak melakukan kerjasama dengan General Electric (GE). Lantaran banyak yang mengatakan bahwa PTBA melibatkan GE dalam membangun pabrik DME tersebut.
Selanjutnya, terang Avriyan, saat ini negara-negara maju sudah banyak yang meninggalkan pembangkit dari bahan bakar fosil, karena ada kebijakan global warming dan renewable dan clean energi.
Akan tetapi dia yakin dengan teknologi dampak yang dihasilkan bisa dikurangi. Seperti contohnya teknologi ultra super critical pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), ini merupakan teknologi paling muthakir dan bisa mengurangi dampak polusi emisi karbonnya.
“Kita tahu 35 GW (GigaWatt) itu 70% masih PLTU. Jepang memang sudah mulai meninggalkan PLTU dan negara eropa juga tentunya. Kita tetap mengembangkan sebagai salah satu bagian hilirisasi kita. Pendanaan dari bank-bank China masih bersedia dan masih tujuan untuk meneruskan proyek ini,” bebernya.
Ia mengatakan kembali, nilai proyek yang sedang dikerjakan sekitar US$ 2,4 miliar. Dalam hal ini, PTBA bertindak sebagai coal supplier, Pertamina sebagai offtaker produknya.
“Siapa investornya, itu yang membuat pabrik itu nantinya Air Product. Mereka bawa dana US$ 2,4 miliar, kami siapkan infrastruktur, sarana, perizinan dan supply batubaranya,” tuturnya.
Pandemi Covid-19 membuat gasifikasi batubara mengalami kemunduran tidak sampai 4 triliun. Akan tetapi, pihaknya berusaha bisa pastikan ke angka 2,7- 3 triliun. Hal ini disebabkan karena adanya kemunduran proyek.
“Mau tidak mau ada beberapa kemunduran dari proyek yang kita lakukan. 2020 ini kita targetkan sebesar 4 triliun. Selama semester satu ini sudah 1 triliun. Ini juga sesuai progres proyek. Memang yang mundur, Gasifikasi, PLTU Sumsel 8 dan angkutan. Semester dua semoga ini bisa dilaksanakan denganbaik,” katanya.
Manfaatkan Aliran Sungai
Ia menambahkan, selain itu, PTBA juga akan memanfaatkan keberadaan sungai di areal tambangnya untuk mengangkut batubara menuju pelabuhan di Tanjung Enim sampai ke Sungai Musi.
Pihaknya akan menggandeng PT Pelindo II, dalam mengkaji pemanfaatan sungai untuk pengangkutan batubara yang lebih efisien.
“Kerjasama dengan Pelindo II, masih mengkaji pemanfaatan sungai. Kalau layak, baik secara teknis maupun secara bisnis kita akan coba mengembangkan moda angkutan sungai ini,” jelasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, Pandemi Covid-19 juga membuat harga batubara mengalami naik turun. Akan tetapi dalam beberapa minggu terakhir sudah berangsur baik.
“Beberapa minggu ini harga batubara juga sudah mulai membaik. Semester dua semoga kinerja kita bisa lebih baik daripada semester satu,” tandas Arviyan.