Prof Tutuka

Prof. Tutuka: Perlu Kehati-hatian Mencontoh ke Mesir

Jakarta, Ruangenergi.com – Mesir bisa dikatakan saat ini mereka berhasil meningkatkan iklim investasi Minyak dan Gas Bumi (Migas).

Pasalnya, beberapa tahun terakhir Mesir berhasil menemukan banyak cadangan migas baru, sehingga hal itu membuat mereka menjadi negara eksportir gas, sebab sebelumnya mereka menjadi negara importir gas.

Kesuksesan Mesir, berawal dari mereka melakukan menderegulasi sejumlah aturan tata kelola migas, sehingga bisa develop (kembangkan) lapangan Zohr hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun.

Menurut, mantan Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Prof.Ir.Tutuka Ariadji MSc, penurunan iklim investasi migas disebabkan karena beberapa hal. Selian itu, katanya, penurunan investasi dibidang migas juga terjadi di seluruh dunia.

“Ada dua hal utama yang mengakibatkan turunnya investasi bidang migas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Pertama, oversupply migas dari Luar Negeri, terutama dari USA. Kedua, kekurangan Permintaan (Demand) karena kondisi Pandemi (Covid-19),” ungkap Prof Tutuka saat dihubungi Ruangenergi.com melalui pesan WhatsApp, (01/10).

Ia menambahkan, di tengah kondisi dunia yang sedang Pandemi Covid-19, tentunya ini sangat berdampak besar bagi investasi di bidang migas. Untuk itu, dirinya meminta hal ini harus dilakukan perbaikan dengan signifikan, guna meningkatkan kembali gairah investasi di bidang migas, tak hanya di Indonesia melainkan di negara-negara lainnya.

“Dengan kedua hal menyebabkan kondisi krisis, yang perlu disikapi untuk memperbaiki iklim investasi secara signifikan dan cepat,” jelas Prof Tutuka, yang juga Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ia kembali mengatakan, perlu juga Indonesia belajar dengan Mesir untuk mendatangkan investor di bidang migas, akan tetapi tetap harus berhati-hati, lantaran Mesir sudah berteman lama dengan para investor.

“Saya kira perlu (belajar dengan Mesir), namun dengan kehati-hatian. Mesir sudah “berteman” lama dengan investor migas, sehingga baik teknikal maupun non teknikal sudah saling memahami antara kontraktor dan pemerintah,” bebernya.

Selian itu, terkait Production Sharing Contract (PSC), Prof Tutuka, mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh Mesir sebenarnya juga mengikuti skema di Indonesia yaitu Cost Recovery, akan tetapi karena beberapa hal Mesir memberikan investor skema bisnis No Cost Recovery.

“Mesir mengadopsi skema bisnis PSC Cost Recovery dari Indonesia. Namun kemudian dalam keadaan kondisi politik ekstrim di Mesir pada waktu itu mengakibatkan negara/pemerintah memerlukan penerimaan negara yang sangat besar, sehingga dengan sudah diketahuinya potensi sumberdaya hidrokarbon yang sangat besar Pemerintah memberlakukan skema khusus untuk Mega Project dengan kontraktornya, yaitu No Cost Recovery,” tandasnya.

Dukung Indonesia Belajar dari Mesir

Dalam pemberitaan sebelumnya, Indonesia Potreleum Association (IPA), sangat mendung dan merekomendasikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mempelajari Republik Mesir berhasil dalam kegiatan migas.

Direktur Executive IPA, Marjolin Wajong, mengatakan, IPA melihat bahwa Mesir dalam beberapa tahun terakhir ini menemukan banyak cadangan migas baru, yang membuat mereka dari negara importir gas menjadi eksportir gas.

“Kami menyampaikan ke Kementerian ESDM bahwa Mesir dalam beberapa tahun terakhir ini menemukan banyak cadangan migas baru, membuat mereka dari negara importir gas menjadi eksportir gas,” ungkapnya.

Kenapa Kementerian ESDM serius belajar tentang keberhasilan Mesir dalam tata kelola migas, bermula dari hasil pertemuan jajaran Kesdm dengan IPA. Di situlah mereka menyampaikan kepada otoritas energi di Indonesia agar mau belajar kesuksesan Mesir mengundang investor migas.

Mesir pernah mengalami krisis yang terjadi pada kisaran 2011 sampai 2013. Kejadian ini telah membuat investasi di negara Afrika Utara itu anjlok sampai tidak ada sama sekali.

Meski begitu, negeri asal-muasal Firaun ini seperti bangkit dari keterpurukan. Dari negara yang tidak menarik investasi karena sarat konflik, sampai menjadi negara yang memiliki daya tarik yang besar bagi para pemain migas dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *