Sejumlah Obstacle Disampaikan Kepala SKK Migas Djoko Siswanto

Jakarta, ruangenergi.com- Obstacle (tantangan) yang dirasakan menghambat hulu migas disampaikan oleh Kepala SKK Migas Djoko Siswanto, pada Senin (18/11/2024), di hadapan Komisi XII DPR RI.

Djoko memerinci satu persatu dari 7 (tujuh) tantangan dan isu strategis di hulu migas.

“Isunya adalah perbaikan iklim investasi hulu migas Indonesia.
Pemberian Pembebasan Pajak-Pajak Tidak Langsung (pemberlakuan Assume & Discharge) khususnya di dalam kegiatan eksplorasi dimana eksplorasi ini belum menghasilkan uang bahkan investor/K3S mengeluarkan uang untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Dan kita berharap adanya diberlakukan Assume & Discharge. Tindak lanjut yang diharapkan industri hulu migas adalah percepatan Penerbitan Revisi PP 27/2017 dan 53/2017, dimana perlu ditegaskan bahwa
Pemberian Pajak-Pajak Tidak Langsung diberikan Tanpa Pertimbangan Keekonomian, khususnya untuk kegiatan eksplorasi dapat dibebaskan,” kata Djoko Siswanto.

Djoko juga menyampaikan Persetujuan lingkungan (UKL/UPL & Amdal).

“Ini terus terang yang paling memakan waktu yang cukup banyak yaitu antara 5 (lima) sampai 24 bulan. Ini kalau bisa dipercepat atas bantuan Bapak/Ibu sekalian (DPR) itu sangat membantu sekali untuk kegiatan hulu migas dan mempercepat lifting kita,” ucap Djoko memohon di hadapan Komisi XII DPR.

Djoko menguraikan, terkait Amdal,UKL dan UPL, aspirasi SKK Migas adalah Standarisasi format dan kelengkapan dokumen serta flow dan tata cara pemeriksaan.

“Kami mengharapkan persetujuan E-Sign dan otomatis via OSS/AmdalNet dan juga berharap ada terobosan baru misalnya setiap kegiatan hulu migas mendapatkan otomatis Amdal kecuali ada hal-hal yang mencemari lingkungan, maka otomatis akan dilakukan denda. Ini akan sangat membantu kalau langsung kegiatan hulu migas diberikan otomatis izin Amdal. Apabila terjaadi pencemaran, maka akan dikenakan denda. Ini akan sangat membantu sekali,” tegas Djoko.

Djoko juga menguraikan, tantangan ketiga adalah masalah  Perizinan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk operasi migas

“Isunya adalah Persetujuan alih fungsi di sejumlah K3S belum diterbitkan, meskipun lahan sudah dibebaskan. Kami berharap persetujuan tersebut sudah bisa didapatkan sebelum akhir tahun ini. Kami berharap Pak Arman, Menteri Pertanian bisa membantu di sektor hulu migas.

Di slide paparannya, Djoko mencantumkan masalah LP2B di Pertamina EP, Energy Equity, JOB Medco Tomori, belum diterbitkan oleh Menteri Pertanian, meskipun tanah sudah dibebaskan

Target paling lambat Minggu ke-4 Desember 2024, semua permohonan LP2B sudah diterbitkan.

Djoko, di hadapan DPR, mengemukakan juga masalah  PBB Tubuh Bumi dan Permukaan

“Terkait hal ini terdapat 2 (dua) issue. Pertama, terkait PBB Tubuh Bumi dikenakan terhadap total lifting. Kedua, PBB Permukaan dikenakan juga terhadap aset yang tidak dimanfaatkan lagi.

Djoko menguraikan, usulan SKK Migas adalah upaya PBB PBB Tubuh bumi hanya sebatas lifting bagian Kontraktor. Dan lokasi di darat yang betul-betul dimanfaatkan di darat oleh K3S.

“Meskipun wilayah K3S itu besar tetapi yang dimanfaatkan adalah karena sumur pemboran itu paling cuman 10 kali 10 dan juga faslitas produksi, dan juga bangunan di lapangan itu tidak seluas dari wilayah kerja (WK) migas,”tegas Djoko.

PBB tentunya dikenakan berdasarkan Orang/Pemilik lahan dikenakan dimanfaatkan lahan.

“Atas aset yang tidak dimanfaatkan lagi tidak dikenakan PBB. Jadi jangan dikaitkan dengan lifting, tetapi dikaitkan sebagaimana yang dimiliki oleh orang/pemilik lahan.

Djoko juga menyampaikan tantangan lainnya, yakni masalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL)

“Saat ini yang kami alami, proses KKPRL dan UKL UPL / Amdal tidak bisa paralel (percepatan).KKP mengenakan PKKPRL dan PNBP ke proyek Migas (Bor Eksplorasi, Proyek Baru dan Eksisting). Ke depan kami berharap kedua hal ini dijalankan secara paralel sehingga mempercepat eksekusi proyek. Isu kedua, saat ini KKP mengenakan PKKPRL dan PNBP ke proyek Migas (Bor Eksplorasi, Proyek Baru dan Eksisting),”urai Djoko.

Itu sebabnya, SKK Migas mengusulkan ke depan PNPB diusulkan Rp. 0,00 untuk Proyek Migas sebagai Proyek Pemerintah khususnya eksplorasi yang belum menghasilkan uang. Kemudian, proyek-proyek hulu migas yang masih dalam tahap pembangunan, belum menghasilkan uang, diusulkan nol rupiah.

Issue berikutnya, urai Djoko, adalah isu serapan gas. Saat ini Kelebihan 100 BBTUD gas bumi di Jawa Timur tidak terserap, 90 BBTUD di Natuna, dan potensi kelebihan gas di masa depan dari Area Aceh
(Andaman).

“Perlu upaya optimalisasi serapan gas, dari sumber-sumber tersebut yang akan meningkatkan penerimaan negara,termasuk pencapaian target dari lifting kita terutama barel oil equivalent,”tutur Djoko.

Isu terakhir yang tak kalah penting, urai Djoko, adalah illegal drilling, illegal tapping dan illegal refinary.

” Illegal Drilling & Illegal Refinary, dan illegal tapping yang membuat adanya potensi kehilangan minyak +/- 8000-bopd. SKK Migas butuh dukungan semua pihak saat ini  rancangan Perpes atau bahkan dinaikkan dengan PP mengenai pengelolaan daripada sumur-sumur tua yang dilakukan pengelolaan secara illegal oleh masyarakat setempat. Kami berupaya hal-hal ini bisa dikelola oleh Badan Usaha termasuk K3S Pertamina untuk dikelola secara baik, secara safety nya baik sehingga dapat meningkatkan lifting gas kita. Karena UU Migas membolehkan kegiatan hulu migas ini dilaksanakan oleh Koperasi terutama untuk sumur-sumur tua,dan dilakukan oleh masyarakat secara illegal,” tegas Djoko

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *