Irwandy Arif, staf khusus menteri ESDM

Cara Pemerintah Tingkatkan Nilai Tambah Keekonomian

Jakarta, Ruangenergi.com – Keberadaan hilirisasi nikel dinilai dapat memberikan dampak positif bagi perkonomian negara. Selain dapat meningkatkan nilai rantai pasok produksi, hilirisasi dapat menyelamatkan komoditas bijih nikel dari gejolak harga.

Dalam Webinar yang dihelat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian ESDM, bertemakan “Masa Depan Hilirisasi Nikel di Indonesia”, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif mengatakan, konsep hilirisasi tidak berhenti ketika mineral diproses menjadi setengah jadi (intermediate product).

“Hilirisasi harus lebih dikembangkan lebih jauh sampai produk menjadi bahan dasar atau pelengkap tahapan paling akhir dalam pohon industri,” jelasnya (14/10).

Ia mengemukakan bahwa konsep nilai tambah itu juga bukan semata rasio antara harga produk terhadap harga bahan baku.

“Jangan hanya untuk diri kita sendiri, tapi berbagi kepada masyarakat,” tutur Irwandy.

Ia menambahkan, proses bijih nikel menjadi konsentrat, lalu diolah menjadi Ni-sulfat dan Co-sulfat. Setelah itu diproses lagi menjadi precursor yang menjadi bahan dasar material baterai.

“Dari bahan dasar baterai inilah dihasilkan baterai jenis lithium-ion battery,” katanya.

Lalu, apabila hilirisasi ini dilakukan secara berkelanjutan dan terintegrasi, hal ini akan mendukung kekuatan industri dalam negeri.

“Tanpa hilirisasi industri dalam negeri akan selalu bergantung pada impor bahan baku, sehingga sangat rapuh dan mudah goyah oleh faktor non teknis dalam bentuk nilai tukar rupiah,” papar Irwandy.

Eko Budi Lelono, kepala badan geologi kementerian ESDM

Potensi Sumber Daya Nikel di Indonesia

Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Badan Geologi, Kementerian ESDM, pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terikira 986 juta ton).

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono, mengatakan, untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.

“Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini,” jelas Eko Budi.

Eko menambahkan, kegiatan eksplorasi nikel harus terus berjalan agar Indonesia bisa lebih mandiri dalam produksi nikel. Untuk itu, melalui proses hilirisasi maka bisa meningkatkan nilai tambah bagi negara.

“Kami di Badan Geologi juga giat ekplorasi (nikel) ini untuk rekomendasi wilayah baru laporkan ke Ditjen Minerba sebagai Wilayah Usaha Pertambangan. Potensi logam ikutan pada endapan nikel laterit perlu evaluasi dan identifikasi untuk bisa memanfaatkan nikel dengan lebih baik,” papar Eko.

Berdasarkan rekomendasi Badan Geologi, Ia mengatakan, eksplorasi cebakan nikel lebih mudah diarahkan pada endapan mineral logam tipe laterit dibandingkan tipe primer karena potensinya lebih ekonomis.

“Sejauh ini cadangan di laterit itu jauh lebih besar daripada yang primer. Indonesia sendiri telah menempatkan diri sebagai produsen bijih nikel terbesar di dunia pada tahun 2019. Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina (420 ribu ton Ni), Rusia (270 ton Ni), dan Kaledonia Baru (220 ribun ton Ni),” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *