Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com— Di tengah tekanan harga global dan tantangan ekspor, sektor mineral dan batubara (minerba) tetap menunjukkan tajinya. Hingga pertengahan Juli 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor ini tembus Rp71 triliun, menjadikannya kontributor terbesar dalam lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, dalam pembukaan Energi & Mineral Festival 2025 yang digelar di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
“Sektor energi dan minerba menyumbang Rp400 triliun dari sisi pajak dan nonpajak untuk negara. Ini juga berkontribusi terhadap 12,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional,” jelas Tri.
Tetap Kuat Meski Tertekan
Meski angka PNBP terlihat kokoh, Tri mengakui bahwa kinerjanya mengalami sedikit penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penyebab utamanya adalah melemahnya harga komoditas global dan turunnya permintaan ekspor, khususnya untuk batubara dan beberapa jenis mineral strategis.
Namun, di tengah kondisi itu, subsektor minerba tetap diandalkan. Pemerintah mematok target ambisius: Rp254,49 triliun PNBP dari seluruh sektor ESDM untuk tahun 2025, naik dari target tahun sebelumnya sebesar Rp234,2 triliun.
Batubara Masih Dipakai, Tapi Harus Lebih Bersih
Lebih dari sekadar angka, Tri menekankan pentingnya manfaat langsung dari sektor ini untuk masyarakat. Ia menyoroti fakta bahwa masih ada sekitar 5.400 desa yang belum menikmati listrik secara penuh dan banyak wilayah yang masih bergantung pada bahan bakar minyak yang mahal dan tidak ramah lingkungan.
“Dalam lima tahun ke depan, harapannya listrik bukan lagi barang mahal dan langka. Energi harus bisa diakses semua rakyat Indonesia,” tegasnya.
Saat ini, sekitar 40% bauran energi nasional masih bergantung pada batubara. Meski pemerintah terus mendorong transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT), batubara belum bisa ditinggalkan begitu saja. Kuncinya ada di teknologi.
“Kita dorong penggunaan batubara yang lebih ramah lingkungan dengan teknologi seperti carbon capture dan storage (CCS), serta pengembangan pembangkit rendah emisi,” ujarnya.
Langkah ini diharapkan bisa menjembatani kebutuhan energi murah, ketersediaan pasokan, dan komitmen Indonesia terhadap agenda transisi energi.