Sinar Harapan dari Bumi Lancang Kuning: Mengupas Peluang Riau Menggenggam “Participating Interest” Migas Lewat Sinergi Pusat-Daerah

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Selatan, Jakarta, ruangenergi.com– Di tengah hiruk pikuk ibukota, sebuah dialog strategis yang penuh harapan telah bergulir. Bertempat di RDTX Place, Jakarta, pada 17 Oktober 2025, Pemerintah Provinsi Riau duduk semeja bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Pertemuan ini bukan sekadar basa-basi rutin, melainkan sebuah ruang aspirasi yang membangkitkan asa bagi masyarakat Riau. Gubernur Riau, Abdul Wahid, secara lugas menyampaikan keinginan dan harapan daerah agar kekayaan energi di “Bumi Lancang Kuning” benar-benar dapat diterjemahkan menjadi kesejahteraan bagi rakyatnya.

Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, C.W. Wicaksono, dikutip dari instagram @skkmigas_sumbagut, menyambut aspirasi ini dengan apresiasi tinggi, memuji dukungan penuh Pemprov Riau terhadap upaya peningkatan produksi migas nasional. Komitmen pusat dan daerah ini menjadi kunci. SKK Migas berjanji akan terus menjaga kolaborasi demi percepatan produksi, sementara PHR siap menindaklanjuti langkah teknis untuk mencapai target sekaligus memastikan multiplier effect bagi masyarakat sekitar.

Namun, di balik sinergi yang harmonis ini, ada satu isu krusial yang selalu menjadi impian daerah penghasil migas: Participating Interest (PI), atau hak kepemilikan saham dalam pengelolaan blok migas di wilayah mereka. Bagi Riau, peluang mendapatkan PI di Blok Rokan, salah satu ladang minyak paling produktif di Indonesia, adalah visi yang ingin segera diwujudkan.

MENGGALI EMAS HITAM: Syarat Krusial Daerah Dapat PI

Dikutip dari website ESDM, Participating Interest (PI) sebesar 10% adalah hak yang diberikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di wilayah penghasil migas. Hak ini adalah wujud nyata dari desentralisasi dan upaya meningkatkan kontribusi migas bagi pembangunan daerah.

Meskipun terlihat menjanjikan, proses untuk mendapatkan dan mengelola PI 10% ini tidaklah mudah. Ada beberapa syarat dan langkah krusial yang harus dipenuhi oleh Pemda agar bisa sah menggenggam “emas hitam” di wilayahnya:

1. Kepemilikan Mutlak oleh BUMD (The One and Only)

Participating Interest 10% wajib ditawarkan kepada BUMD yang secara khusus didirikan atau ditunjuk oleh Pemda. BUMD ini harus memenuhi syarat:

  • Kepemilikan Saham 100%: Seluruh saham BUMD tersebut harus dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, atau gabungan). Tidak boleh ada pihak swasta atau pihak ketiga yang menjadi pemilik saham.
  • Tidak Boleh Diperjualbelikan: Saham PI 10% yang diperoleh BUMD dilarang untuk dipindahtangankan atau dijual kepada pihak manapun.

2. Kemampuan Finansial (Sistem Carry Over)

Ini adalah tantangan terbesar. Untuk mengambil PI 10%, BUMD harus siap menanggung biaya investasi dan operasi setara dengan porsi kepemilikan 10% tersebut. Namun, Pemerintah telah memberikan kemudahan lewat mekanisme pembayaran tertunda (carried interest):

  • Pembiayaan Dulu: KKKS (misalnya PHR) akan menalangi dahulu biaya PI 10% tersebut (sistem carry over).
  • Bayar dari Hasil Produksi: BUMD akan membayar kembali biaya talangan tersebut dari hasil penjualan migas bagian mereka. Artinya, BUMD tidak perlu mengeluarkan uang tunai di muka (cash call).

3. Prosedur Administrasi dan Hukum yang Ketat

Pemda harus melewati serangkaian tahapan birokrasi dan legal yang ketat:

  • Penawaran Resmi: KKKS wajib menawarkan PI 10% kepada BUMD setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM (paling lambat 6 bulan setelah penandatanganan Kontrak Kerja Sama).
  • Penerimaan Tegas: BUMD harus menyatakan penerimaan dan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban dalam jangka waktu yang ditentukan. Jika tidak ada respons atau ditolak, hak tersebut akan hangus.
  • Perjanjian JVA (Joint Venture Agreement): BUMD harus menandatangani perjanjian dengan KKKS sebagai bukti kesiapan ikut serta dalam operasi.

4. Komitmen Non-Distribusi Keuntungan Awal

Dana yang diperoleh BUMD dari hasil PI 10% pada masa awal harus diprioritaskan untuk pengembalian biaya talangan (carried interest). Setelah biaya tersebut lunas, barulah BUMD dapat mulai membagi dividen kepada Pemda, yang kemudian bisa digunakan untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Riau.

Sinergi antara Pemprov Riau, SKK Migas, dan PHR adalah modal sosial yang sangat berharga. Namun, perjalanan untuk benar-benar mengelola Participating Interest masih panjang. Diperlukan kesiapan kelembagaan BUMD, transparansi manajemen, dan komitmen politik yang kuat agar Riau tidak hanya menjadi daerah penghasil migas, tetapi juga pemilik sejati dari kekayaan alamnya, mewujudkan mimpi kesejahteraan di Bumi Lancang Kuning.