Bojonegoro, Jawa Tengah, ruangenergi.com — Matahari baru saja naik di ufuk timur Desa Gayam, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Di sudut halaman rumah sederhana milik Sutrisno, suara ayam berkokok bersahut-sahutan. Namun bagi pria 45 tahun itu, ayam-ayam ini bukan sekadar unggas. Mereka adalah harapan baru.
“Perawatannya mudah, hasilnya pun bagus. Kami akan jaga betul-betul ayamnya. InsyaAllah terus berkembang. Jual telurnya, jangan ayamnya,” ucap Sutrisno dengan nada mantap.
Sutrisno adalah satu dari 400 keluarga pra-sejahtera produktif yang terlibat dalam Program Ayam Petelur Keluarga Pra-Sejahtera Produktif, kolaborasi SKK Migas dan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) sebagai dukungan terhadap Gerakan Ayam Petelur Mandiri (Gayatri)—program prioritas Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kemandirian ekonomi masyarakat.
Program ini menyasar 16 desa di tiga kecamatan sekitar wilayah operasi EMCL. Tidak main-main, sebanyak 21.600 ekor ayam petelur akan dibagikan secara bertahap kepada keluarga penerima manfaat. Setiap keluarga akan mengelola 54 ayam petelur, lengkap dengan kandang, pakan, dan pendampingan teknis intensif selama lima bulan dari lima lembaga mitra: Lima 2B, LSM Gemuruh, Alas Institute, Bappeka, dan PIB Bojonegoro.
Pendampingan dilakukan dari hulu hingga hilir—mulai dari pemeliharaan unggas, manajemen produksi telur, hingga strategi pemasaran. Tujuannya jelas: menciptakan usaha keluarga yang produktif dan berkelanjutan.
“Program ayam petelur ini dirancang tidak hanya sebagai bantuan, tetapi sebagai peluang tumbuhnya usaha keluarga,” kata Muhammad Nurdin, Senior Vice President EMCL, dalam Kunjungan Lapangan Media SKK Migas – KKKS , Selasa (4/11/2025), di Bojonegoro.
Para penerima manfaat pun tidak hanya menerima bantuan secara pasif. Mereka ikut berkontribusi menyiapkan rangka atap kandang, sementara material atap disediakan melalui program. Lokasi kandang disesuaikan dengan kondisi lahan masing-masing keluarga, agar tetap higienis, aman, dan ramah lingkungan.
Kepala Desa Gayam, Winto, tidak dapat menyembunyikan rasa bangganya.
“Inisiatif ini sejalan dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Kami bertekad mengawal program ini agar tepat sasaran dan bermanfaat untuk warga,” ujarnya.
Ia berharap, melalui Gayatri, Desa Gayam tidak hanya menjadi lokasi program, tetapi rumah bagi model pemberdayaan ekonomi baru yang bisa direplikasi desa lain. “Kami yakin program ini memberi manfaat yang baik, dan tentunya berkelanjutan,” tambahnya.
Program ini dirancang untuk mengubah paradigma: dari menerima bantuan menjadi mengelola usaha produktif. Dengan adanya jaringan pendukung seperti penyedia pakan, pengolahan, hingga distribusi telur, ekosistem ekonomi lokal mulai terbentuk.
“Kolaborasi antara SKK Migas dan EMCL memperlihatkan bagaimana industri hulu migas dapat berjalan seiring dengan pembangunan masyarakat. Langkah ini mencerminkan peran strategis industri migas dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,”
— Heru Setyadi, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas.
Untuk Sutrisno, program ini lebih dari sekadar bantuan. Ia pernah mendapat pelatihan dari Pusat Inkubasi Bisnis Bojonegoro, sehingga ketika ayam-ayam itu tiba, ia langsung tahu apa yang harus dilakukan.
“Seneng dibantu Pak Bupati, SKK Migas dan EMCL. Ayam petelur kayak gini nayoh, Mas. Mudah,” katanya sambil tersenyum.
Telur-telur yang dihasilkan bukan hanya untuk konsumsi keluarga, tapi juga menjadi sumber pendapatan harian. Dalam hitungan minggu, Sutrisno dan ribuan penerima program percaya hasilnya akan mereka rasakan.
Di Desa Gayam, di kandang-kandang kecil ini, optimisme tumbuh.
Ayam-ayam itu bertelur, dan bersama mereka, sebuah harapan baru menetas—perlahan namun pasti—menuju kemandirian ekonomi masyarakat Bojonegoro.












