Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com-Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya mendorong peningkatan produksi serta tercapainya target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor minyak dan gas bumi (migas). Hal ini ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Penghitungan Bersama Realisasi Lifting Migas Kumulatif s.d. Triwulan III Tahun 2025 yang digelar Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas).
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati target PNBP migas sebesar Rp120,99 triliun. Angka ini dihitung berdasarkan asumsi makro lifting minyak bumi sebesar 605 MBOPD, lifting gas bumi 1.005 MBOEPD, Indonesia Crude Price (ICP) US$82 per barel, serta nilai tukar rupiah Rp16.000 per US$.
Koordinator Penerimaan Negara dan Pengelolaan PNBP Migas, Yohannes Martin Dreisohn Hasugian, yang mewakili Direktur Pembinaan Program Migas, mengungkapkan bahwa realisasi lifting hingga Triwulan III 2025 masih menghadapi berbagai tantangan, baik teknis maupun non-teknis.
“Besaran penerimaan negara sektor migas sangat rentan akan perubahan dan dipengaruhi oleh beberapa parameter utama yang berfluktuasi, seperti ICP, nilai tukar rupiah, volume lifting, dan juga faktor alam. ICP, nilai tukar Rupiah, dan juga faktor alam merupakan faktor-faktor yang di luar kendali kita,” ujar Martin dalam rapat yang berlangsung secara hybrid, Selasa (2/12) hingga Rabu (3/12/2025), dikutip dari website Migas.
Strategi Optimalisasi Produksi
Menyikapi tantangan tersebut, Kementerian ESDM bersama SKK Migas, BPMA, dan seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah menyiapkan serangkaian strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi migas di sisa tahun berjalan maupun tahun-tahun berikutnya.
Langkah strategis tersebut meliputi percepatan pengembangan lapangan baru serta akselerasi produksi di lapangan-lapangan eksisting. Selain itu, pemerintah juga fokus mengoptimalisasi perolehan minyak dari cadangan yang ada melalui peningkatan manajemen cadangan.
Pemerintah juga menyoroti pentingnya aspek teknis operasional. Upaya meningkatkan keandalan fasilitas produksi dan sarana penunjang terus dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan menurunkan frekuensi unplanned shutdown, sehingga kehilangan peluang produksi minyak dapat diminimalisir.
“Kami juga mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR),” tambah keterangan resmi tersebut.
Martin menekankan bahwa koordinasi antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah penghasil migas, memegang peran krusial dalam menjaga stabilitas produksi. Rapat koordinasi yang digelar secara berkala ini diharapkan menjadi sarana efektif untuk membantu proses perizinan maupun pelaksanaan kegiatan hulu migas di daerah.
“Koordinasi yang telah berjalan selama ini antara seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan lifting migas pada periode berikutnya,” tutup Martin.











