Jakarta, Ruangenergi.com – Komisi VII DPR RI beranggapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kayubihi, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali bisa dijadikan percontohan bagi daerah lain dalam upaya kemandirian energi listrik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi VII DPR, Ridwan Hisjam, saat mengikuti kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke Kabupaten Bangli, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pembangkit listrik yang dibangun oleh Perusahaan Daerah Kabupaten Bangli, Bhukti Mukti Bhakti (Perusda-BMB) ini bisa menghasilkan daya 1 Megawatt (MW) dan terhubung langsung ke jaringan Perusahan Listrik Negara tersebut mampu memasok aliran listrik untuk sebuah kabupaten meskipun tetep di-blanding dengan PLN.
“PLTS Bangli yang dikelola oleh perusahaan daerah bisa dijadikan contoh oleh pemerintah-pemerintah daerah di seluruh indonesia, terutama yang berada di garis khatulistiwa yang panas,” tutur Ridwan, (08/12).
Dirinya mendorong pemerintah agar mampu mendistribusikan listrik secara merata dan adil. Menurutnya, pendistribusian yang merata ini perlu didukung oleh political will para pemangku kepentingan dengan kebijakan yang tepat.
“Yang perlu pemerintah dorong adalah melakukan revisi tentang rencana umum tenaga listrik di tahun 2021 yang sebentar lagi akan dibahas, tentunya dengan Komisi VII juga. Kebijakannya dulu kan besar, pemerintah menargetkan 10.000 MW, 30.000 MW, tidak apa-apa kepentinganya besar, tetapi harus terbagi kecil-kecil, agar semuanya terdistribusi dengan baik,” ungkap Ridwan.
Ia menjelaskan, dengan dukungan kebijakan yang bertujuan pemerataan distribusi lisrik, akan berdampak positif pada nilai ekonomis dan masyarakat diuntungkan dengan sebaran listrik yang merata.
Ridwan beranggapan perusahaan tenaga listrik yang Independent Power Producer (IPP) dengan perusahaan swasta investasinya triliunan, sehingga tidak terjangkau oleh pengusaha menengah, perusahaan daerah pun sulit menjangkau, malah lebih banyak asing karena investasinya cukup besar.
“Kalau ini dibagi kecil-kecil seperti ini, maka ini bisa menggerakan produk ekonomi rakyat, dan juga sekaligus mendorong pemerintah daerah untuk bisa berpatisipasi, semuanya tetap bersama PLN. Karena bagaimana pun hasilnya diterima PLN dan yang beli PLN. Nah cuman harga perlu diadakan penyesuaian kembali, meskipun PLTS ini lebih murah, jangan terus diturun-turunkan begitu,” kata Ridwan.
Lebih jauh, ia menerangkan bahwa PLTS bersih lingkungan, kalau pakai batu bara memang murah tapi dampaknya adalah penyakit inspeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang ada di sekitar PLTU.
“Kita lihat Paiton di Jawa Timur, itu cerobong-cerobong, sekitar situ penyakitan semua. Ini (PLTS) kan tidak ada dampak, dangan sangat bersih lingkungan. Kami komisi VII sangat mendorong pemerintah, untuk menggerakan PLTS di dalam rangka mencapai target bauran yang 25% di Tahun 2025,” tandas Ridwan