BPH Migas

Penyelesaian Pelaksanaan Program Digitalisasi SPBU

Jakarta, Ruangenergi.comBadan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM), sebab BBM merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam amanat Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).

Dalam Konferensi Pers tentang Soft Launching Dashboard Monitoring JBT pada Digitalisasi SPBU yang bertempat di Kantor BPH Migas, di hadiri oleh Anggota Komite BPH Migas M. Lobo Balia, Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon S, Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina (Persero) Jumali, Direktur Enterprise PT Telkom Tbk Edi Witjara, EVP DES PT Telkom Tbk M Salsabil, EPD DES PT Telkom Tbk Judi Achmadi, dan EVP SDA PT Telkom Tbk Umam Ally.

Kepala BPH Migas, M. Fansrullah Asa, mengatakan, Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur, khususnya Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Menurutnya, untuk peningkatan akuntabilitas penyaluran Jenis BBM Tertentu yang merupakan komoditas yang diberikan subsidi sesuai Perpres No 191 Tahun 2014, Pemerintah berdasarkan hasil kesepakatan Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM.

Di mana Pertamina ditugaskan agar melaksanakan sistem pencatatan pendistribusian BBM di titik serah penyalur (SPBU) melalui implementasi program Digitalisasi SPBU (IT Nozzle). Hal sebagaimana yang tercantum dalam Surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN Nomor 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, hal peningkatan akuntabilitas data penyaluran Jenis BBM tertentu.

“Program tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama digitalisasi SPBU antara Pertamina dan PT. Telkom Indonesia pada tanggal 31 Agustus 2018,” tuturnya, (07/12).

Selain itu, kata Ifan, apaan akrab Kepala BPH Migas, sesuai peraturan yang ada, volume Jenis BBM Tertentu hasil verifikasi BPH Migas menjadi dasar dalam perhitungan pembayaran subsidi oleh Kementerian Keuangan. Di mana jumlah biaya subsidi Jenis BBM Tertentu sebesar Rp 16 Triliun untuk kuota Jenis BBM Tertentu tahun 2020, sehingga setiap bulannya BPH Migas memverifikasi dan menyetujui volume penyaluran Jenis BBM tertentu yang dilaksanakan oleh Pertamina mencapai sebesar Rp1,3 Triliun/bulan.

“Oleh karena itu pentingnya akurasi pelaksanaan verifikasi Jenis BBM tertentu agar tepat sasaran, BPH Migas mengharapkan pemberlakuan IT nozzle yang mencatat setiap transaksi di SPBU lengkap dengan perekaman CCTV analytic yang mencatat nomor polisi secara otomatis,” katanya.

Ia melanjutkan, saat ini hal yang mampu dikembangkan oleh Pertamina dan PT Telkom Indonesia adalah pencatatan nomor polisi pada transaksi menggunakan input nomor polisi kendaraan menggunakan EDC (Electronic Data Capture).

Petugas SPBU

Berkaitan dengan akuntabilitas penyaluran JBT, BPH Migas telah menerbitkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak, sebagai dasar hukum terkait sistem pendistribusian di tingkat penyalur (SPBU) yang wajib dilakukan oleh Badan Usaha menggunakan Sistem Tertutup Berbasis Teknologi Informasi dan Surat Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 38/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk Melaksanakan Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 yang menyebutkan, bahwa Badan Usaha Penugasan jenis BBM Tertentu wajib menyiapkan sistem teknologi informasi terpadu yang dapat merekam data konsumen dan volume penyaluran BBM untuk setiap konsumen secara online.

“BPH Migas yang memiliki tugas dan fungsi dalam pengawasan dan pengaturan terhadap kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM, sampai dengan titik serah mengharapkan Program Digitalisasi SPBU yang dikembangkan oleh Pertamina mampu meningkatkan akuntabilitas penyaluran JBT dan JBKP. Sehingga data dan informasi yang diproduksi melalui program ini dapat digunakan sebagai perangkat pengawasan yang handal oleh BPH Migas,” papar Ifan.

Selanjutnya, program ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat pengendali konsumsi JBT, khususnya dalam implementasi pemberlakuan kebijakan pembatasan pembelian kepada sektor pengguna kendaraan transportasi jalan yang mengkonsumsi JBT jenis minyak solar.

Selain itu, program digitalisasi SPBU, juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengetahui tingkat ketersediaan pasokan BBM, sehingga kelangkaan BBM di tingkat penyalur (SPBU)
dapat dicegah.

lebih lanjut ia mengatakan, Pertamina telah bekerja sama dengan Telkom Indonesia membangun program digitalisasi SPBU untuk sejumlah 5.518 SPBU yang tersebar di seluruh wilayah NKRI yang dimulai pada 31 Agustus 2018 lalu dengan target awal penyelesaian pada akhir Desember 2018.

Status penyelesaian program Digitalisasi SPBU dari target 5.518 SPBU yang terdigitalisasi, pada status per 27 November 2020 dapat dirinci perkembangannya sebagai berikut:

1. Sejumlah 5.335 SPBU atau sebesar 96,68% telah terpasang ATG (Automatic Tank Gauge);

2. Sejumlah 5.339 SPBU atau sebesar 96,76% telah terpasang EDC LinkAja;

3. Sejumlah 3.821 SPBU atau sebesar 69,25% telah mencatat nomor polisi melalui EDC;

4. Sejumlah 3.007 SPBU atau sebesar 54,49% telah terdigitalisasi dan memproduksi data yang dapat di akses melalui Dashboard yang dikembangkan oleh Pertamina, diantaranya berupa data volume penjualan per transaksi, data nilai transaksi penjualan, data transaksi per SPBU;

5. Sejumlah 0 (nol) SPBU (belum terdapat SPBU) yang tersedia perangkat Video Analytic (CCTV) untuk merekam kendaraan dan nomor polisinya secara otomatis;

“Penyelesaian dari program digitalisasi SPBU oleh Pertamina – Telkom menunjukkan, bahwa program ini akan menuju tahap akhir dari penyelesaian target program yaitu sejumlah 5.518 SPBU terdigitalisasi. Walaupun masih terdapat poin penting bagi BPH Migas yang belum terpenuhi yaitu terkait belum tersedianya SPBU yang mampu merekam pencatatan transaksi lengkap dengan nomor polisi melalui perangkat video analytic,” imbuhnya.

“Dengan belum tersedianya perangkat video analytic tersebut, maka pencatatan nomor polisi kendaraan pada setiap transaksi dilaksanakan secara manual menggunakan perangkat EDC,” sambung Ifan.

BPH Migas mengharapkan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi JBT dan JBKP melalui EDC dilaksanakan oleh seluruh SPBU PT Pertamina.

Selian itu, BPH Migas meminta kepada Pertamina agar membuat suatu ketentuan sanksi kepada SPBU yang tidak melaksanakan pencatatan nomor polisi kendaraan, agar meningkatkan kepatuhan SPBU dalam melaksanakan pencatatan nomor polisi terhadap setiap transaksi penjualan JBT dan JBKP.

“Status kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan oleh SPBU pada transaksi penyaluran JBT dan JBKP yang dilaksanakan oleh SPBU rata-rata sebesar 63% dan 11%. BPH Migas mengharapkan kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi penjualan JBT dan JBKP oleh SPBU perlu ditingkatkan lagi sampai mencapai 100% (seluruh transaksi) untuk meningkatkan akuntabilitas terhadap penyaluran JBT dan JBKP,” ungkap Ifan kembali.

Hasil dari Program digitalisasi SPBU sangat diharapkan terwujudnya integrasi data transaksi secara lengkap (termasuk data konsumen) di SPBU dengan pusat data.

Sehingga data transaksi yang diproduksi dari SPBU dapat ditampilkan melalui Dashboard Digitalisasi SPBU yang dapat diakses secara online oleh Pemerintah dalam hal ini BPH Migas dan Kementerian ESDM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *