Jakarta, Ruangenergi.com – Asosiasi Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI), mengungkapkan bahwa pihaknya saat tengah melakukan perhitungan tarif harian penggunaan Rig Offshore (laut).
Rig pengeboran merupakan suatu instalasi peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh minyak dan gas bumi. Rig pengeboran sendiri hanya ada dua model yakni bisa di atas tanah (darat/ Onshore) atau di atas laut/lepas pantai (Offshore) tergantung kebutuhan pemakaianya.
Wakil Sekretaris Umum APMI, Tito Loho, mengatakan sebelum menentukan tarif harian penggunaan Rig laut itu, pihaknya akan melibatkan semua stakeholder yang berkecimpung di sektor migas seperti Anggota APMI, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
“Kami juga sudah melakukan kick off meeting internal yang membahas mengenai besaran tarif harian Rig Offshore. Selanjutnya nanti kami akan mengundang para Anggota APMI, KKKS, dan SKK Migas untuk berdiskusi bareng dalam menentukan tarif harian Rig Offshore tersebut,” katanya saat berbincang dengan Ruangenergi.com melalui pesan aplikasi, (13/10).
Tito menuturkan bahwa kesepakatan dalam kick off meeting perdana APMI ini akan diperdalam lagi dengan mengundang partisipasi pemain Offshore anggota APMI, dan akan dirumuskan lagi sebelum nantinya akan mengajak SKK Migas dan para KKKS untuk membahas dan pada akhirnya bisa disepakati dan diterima, mulai dari rumusan Cost Structure, besaran persentasi untuk kerja, Stanby Rig dan nanti akan didapatkan harga final yang berlaku secara tertentu dan umumnya secara tahunan tarif harian operasi Rig Offshore di Indonesia.
Ia menambahkan, sebelum menyepakati harga sewa Rig Offshore itu, APMI melakukan perhitungan mengenai cost structure dan lainnya.
“Angkanya belum disepakati cost structure nya dulu disiapi apa aja. Kemudian masuk di harga, Rig berapa persen, standby berapa persen, kerja berapa persen. Musti disepakati dulu cost-cost nya supaya best practice. Ini belum angkanya, cost structure nya dulu,” jelas Tito.
Dia menjelaskan, keinginan menghadirkan tarif harian operasi Rig Offshore ini sejalan dengan target yang ditetapkan oleh SKK Migas yakni lifting minyak 1 juta BOPD dan gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030 mendatang. Pasalnya, selama ini APMI juga melakukan sewa untuk Rig Onshore dan mengembangkan ke Rig Offshore.
“Selama ini APMI bersama stakeholder dan SKK Migas secara bertahap untuk tarif operasi untuk rig darat (onshore), baik rig untuk pengeboran maupun untuk workover. Saat ini ada keinginan untuk bersama membuat satu kesepakatan harga tarif harian operasi untuk rig laut,” imbuhnya.
“Rig laut ini ada Drill Ship, Jack Up, Swamp Barge, Submersible, Semi-Submersible, sebagai satu ramuan kita akan membuat suatu kesepakatan tarif harian untuk rig laut yakni dengan Rig Jack Up yang lebih banyak digunakan di Indonesia,” sambungnya.
Adapun tahapan-tahapan dalam menetapkan besaran tarif harian Rig Offshore sebagai berikut :
Pertama, tim ahli APMI yang terdiri dari pemain Offshore melakukan rumusan Cost Structure nya sebelum menyepakati besaran tarif.
Selanjutnya, cost structure yang umum dipakai, disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yang mencakup berbagai aspek baik itu mengenai peralatan,labour cost, Overheat, dan macam-macamnya.
“Kemudian, jika cost structure itu disepakati, kemudian adalagi berapakah harga yang disepakati kalau kerja 100%, standby rig apa definisinya dan kalau lagi moving bagaimana rit nya berapa persen, ini nanti dilakukan rumusan juga. Sehingga nanti terakhir ada angka yang disepakati berapa sih dari masing-masing komponen tersebut,” terang Tito.
“Jadi tarif harian Rig Offshore itu tidak serta merta muncul angka sekian, tapi ada cost structure yang bisa dilihat oleh semua pihak. Bisa dilihat oleh pelaku industri, perusahaan migas selaku pemakai jasa rig ini, maupun SKK Migas, ataupun Dirjen Migas. Jadi semua pihak bisa melihatnya dan ini mampu dinilai baik dari segi akuntabilitasnya, transparansinya, kredibilitasnya, sehingga bisa diterima oleh semua pihak,” ungkapnya menuturkan.
Dia kembali mengatakan, APMI belum dapat menentukan berapa besaran tarif harian Rig Offshore tersebut. Sekarang masih dalam tahap menuju kesepakatan oleh para anggota APMI terkait cost structure nya.
“Tarif harian operasi ini bukan hanya disepakati oleh APMI saja melainkan nanti kita akan meeting dengan para KKKS dan SKK Migas. Apakah ada yang terlewatkan dalam perhitungan cost structure dan wajar atau tidaknya dengan perhitungan seperti ini,” bebernya.
“Ini masih perlu diskusi, seperti waktu itu menentukan tarif harian Rig Onshore dengan melibatkan semua stakeholder, para KKKS, SKK Migas, dan nantinya tarif ini menjadi pegangan bagi stakeholder,” tutup Tito Loho.