Ruang Energi, Jakarta– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menargetkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBT) bisa diselesaikan dan disahkan menjadi Undang-Undang, maksimal pada Oktober 2021.
Arifin Tasrif mengatakan, UU EBT diperlukan untuk mendorong investasi sektor EBT. Ada beberapa poin penting dalam RUU EBT, antara lain soal kemudahan perizinan usaha.
Pertama, pasal 29 RUU EBT memerintahkan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan perizinan berusaha dalam pengusahaan energi baru terbarukan. Kemudahan tersebut meliputi prosedur, jangka waktu dan biaya.
Kedua, perusahaan listrik milik negara juga diwajibkan membeli tenaga listrik yang dihasilkan energi terbarukan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 40 ayat (1). Lalu, pemerintah pusat dapat menugaskan badan usaha swasta yang memiliki wilayah usaha ketenagalistrikan untuk membeli listrik yang dihasilkan energi baru terbarukan.
“Proses penyusunan RUU ini melibatkan banyak stakeholder, kementerian terkait. RUU ini inisiatif DPR dan tentu saja mencakup semua faktor yang terkait dengan stakeholder karena prosesnya melalui FGD yang artinya ada masukan dari berbagai sektor. Targetnya Oktober 2021 selesai,” ujar Arifin dalam webinar Future Energy Tech & Innovation Forum yang diselenggarakan Katadata secara daring di sesi Indonesia Energy Transition: Opportunity & Challenges, Senin (8/3/21).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, Indonesia memiliki potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 417 Giga Watt (GW). Potensi EBT itu berasal dari samudera, panas bumi, bioenergy, bayu, hidro dan surya.
“EBT ini bisa menjadi andalan karena tidak akan pernah habis. Potensi EBT samudera yang dimiliki Indonesia mencapai 17,9 GW, panas bumi 23,9 GW, bionergi 32,6 GW, bayu 60,6 GW, hidro 75 GW dan surya 207 GW.
Langkah berikutnya adalah program R&D di industri karena harus ada dukungan dari industri untuk mengembangkan energi baru terbarukan,” tutur Arifin.
Lebih lanjut Arifin menambahkan, pada 2050 diharapkan bauran energi baru terbarukan bisa mencapai 31 persen atau sekitar 60 Giga Watt. Namun, Arifin optimistis angka tersebut bisa lebih tinggi lagi karena Indonesia punya banyak potensi sumber energi baru terbarukan. Salah satu contoh, pembangkit listrik tenaga angin yang berada di daerah bagian timur Indonesia.
“Kita juga sudah punya beberapa spot, kalau ini dikembangkan maka industri ini bisa berkembang, karena baling-baling PLTA itu dari logam dan logam dibuat dari mineral serta mineral berlimpah di Indonesia,” tutup Arifin Tasrif