Begini Cerita Banyak KKKS Minta Pindah ke Cost Recovery ketimbang Gross Split

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui ketika blok Andaman I, II dan III plus South Andaman dilelang, kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas memilih gross split  dalam skema bagi hasil pengelolaan wilayah kerjanya.

Di periode lelang waktu itu, KKKS diminta semuanya memakai gross split. Begitu pula ketika Pertamina Hulu Energi (PHE) pada saat perpanjangan wilayah kerja (WK), beberapa diperpanjang dengan memakai skema gross split (GS).

“Di tahun 2018 term and conditionsnya mungkin saat itu tidak terlalu bagus sehingga banyak yang negatif. Begitu dia perpanjangan negatif. Saat ini PHE dibeberapa WK melihat ke depan, gak ekonomis kalau diteruskan dengan term and condition itu (memakai gross split). Gimana kalau diberikan insentif. Ini yang sedang kita kaji bersama-sama Ditjen migas dan dengan PHE juga,”kata Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara menjawab pertanyaan ruangenergi.com dalam Konferensi Pers Awal Tahun 2024 Kinerja Hulu Migas Tahun 2023, Jumat (12/01/2024), di Jakarta.

Bisa saja, lanjut Benny, diberikan insentif dengan tambahan split atau kembali ke cost recovery.

“Nah nanti lihat yang mana yang memberikan keuntungan terbaik untuk negara,”ungkap Benny.

Dalam catatan ruangenergi.com, Subholding Upstream Pertamina yakni PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini tengah meminta perpindahan kontrak kerja sama dari semula kontrak gross split menjadi skema cost recovery.

Direktur Utama PHE, Wiko Migantoro mengatakan bahwa jika sebanyak enam blok minyak milik PHE berpindah ke skema cost recovery maka akan menambah cadangan minyak hingga 1 miliar barrel oil equivalent (BOE).

“Kalau lapangan itu jadi ekonomis, kita akan ada tambahan cadangan sekitar 1 miliar barel oil equivalent dari berapa ya, 6 blok kita,” jelas Wiko saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (27/9/2023), di Jakarta,