Berburu Minyak Mentah di Perut Bumi Sriwijaya: Sebuah Pertaruhan Melawan Waktu dan Birokrasi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com – Di kedalaman ribuan kaki di bawah tanah Sumatera Selatan, sunyi menyimpan rahasia besar. Selama puluhan tahun, wilayah ini dianggap sebagai “halaman belakang” industri migas nasional yang sudah terlalu tua, terlalu sering diaduk, dan mulai lelah. Namun, anggapan itu runtuh seketika.

Bumi Sriwijaya ternyata belum habis. Ia hanya menyembunyikan permata terbaiknya di celah terdalam yang disebut Syn-Rift.

Penemuan cadangan di struktur SAS dan PPC baru-baru ini bagaikan sambaran petir di siang bolong. Temuan itu bukan sekadar data seismik; itu adalah bukti hidup bahwa “harta karun” (hidden treasure) itu nyata, menunggu untuk dibebaskan dari perut bumi.

Dalam atmosfer penuh urgensi inilah, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumpulkan para “jenderal lapangan” dari berbagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Pada 19–20 November 2025, sebuah pertemuan krusial digelar dengan satu misi: Menyingkap Tabir, Mengejar Waktu

Rikky Rahmat Firdaus, Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, berdiri di hadapan forum dengan pesan yang menohok: “Kita butuh percepatan,”kata Rikky dikutip dari website SKK Migas.

Di dunia eksplorasi yang penuh risiko, waktu adalah uang, dan penundaan adalah musuh. Rikky tidak ingin temuan hanya berakhir sebagai euforia sesaat di atas kertas. Ia menuntut strategi Put on Production (POP)—sebuah skenario agresif di mana sumur eksplorasi harus segera mengalirkan minyak tak lama setelah mata bor menyentuh cadangan.

Di ruangan itu, ego korporasi dikesampingkan. Para raksasa seperti Pertamina Hulu Rokan, Medco E&P, Petrochina, Sele Raya Belida, hingga Jabung Limited duduk melingkar. Mereka membuka peta rahasia masing-masing, membedah anatomi South Sumatera Basin, dan mencari jejak prospect serta lead yang memiliki “DNA” serupa dengan penemuan SAS. Ini adalah kolaborasi tingkat tinggi demi satu tujuan: Memperkaya portofolio negara.

Namun, musuh terbesar percepatan produksi seringkali bukan kerasnya batuan di bawah tanah, melainkan tebalnya tumpukan kertas di atas meja. Izin lingkungan (UKL/UPL) kerap menjadi labirin yang memperlambat transisi dari penemuan menuju produksi.

Menyadari bahaya ini, forum tersebut melahirkan sebuah strategi berani. Sesi “Strategi UKL/UPL Percepatan Produksi Sumur Eksplorasi” menjadi panggung revolusi administrasi. Rencana besar disusun untuk memangkas birokrasi. Izin UKL/UPL akan disederhanakan dan diselaraskan sejak awal, menciptakan “jalan tol” bagi sumur-sumur discovery.

Tujuannya satu: ketika tahun 2026 tiba dan pengeboran masif dimulai, tidak boleh ada satu tetes pun minyak yang tertahan hanya karena stempel yang belum basah.

Diskusi dua hari itu bukan sekadar rapat kerja; itu adalah penabuhan genderang perang melawan penurunan produksi. Dengan pemahaman geologi yang kini lebih tajam dan pedang birokrasi yang telah diasah untuk membasmi hambatan, Cekungan Sumatera Selatan bersiap bangkit dari tidurnya.

Tahun 2026 bukan lagi sekadar angka di kalender, melainkan medan pembuktian. Apakah “harta karun” Syn-Rift ini mampu menjadi penyelamat energi nasional? Para ahli geologi dan insinyur kini telah bersiap di garis depan, menjawab panggilan tugas tersebut.