Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam kunjungan ke wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), memastikan ketersediaan BBM di moment Natal dan Tahun Baru 2021 dalam kondisi aman.
Hal tersebut ditandai dengan kunjungan kerja BPH Migas ke PT Pertamina MOR II Sumbagsel di Palembang.
Kunjungan tersebut dilakukan oleh Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa, Anggota Komite BPH Migas Ahmad Rizal, beserta tim diterima oleh Pjs. GM PT Pertamina MOR II Sumbagsel Pande Made Andi Suryawan beserta jajaran manajemen.
Selain itu, juga dihadiri GM Retail Sumsel PT. Telkom Mustakim, GM PT Telkom Akses Sumbagsel Sigit Pramono, Senior Account Manager PT Telkom Obed Cam, beserta jajarannya.
Pjs. GM PT Pertamina MOR II Sumbagsel Pande Made Andi Suryawan menyampaikan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Nataru Sumbagsel bekerja sejak 7 Desember 2020 dan, jika tidak ada kendala, akan selesai bertugas pada 10 Januari 2021.
Wilayah Sumbagsel meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung. Dengan sembilan TBBM serta tujuh kilang minyak, volume BBM saat ini dinilai cukup untuk memenuhi keperluan BBM selama masa Nataru.
Menurut Pande, gasoline meningkat 5,1%, gasoil turun 3,1%, dan LPG turun 6,8%. Selain itu, digitalisasi nozzle di Tj. Berem telah diluncurkan dan dinyatakan selesai, yang mana implementasinya akan terus disempurnakan seiring waktu.
“Kondisi terus dipantau. Pertamina membuka layanan keluhan pelanggan lewat 135, sehingga keluhan yang ada siap untuk direspon,” jelas Pande, (03/01/2021).
Selain itu, kata Pande, tim Satgas Nataru terus bekerja memastikan pelayanan tidak terkendala dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Ia menjelaskan bahwa tren peningkatan kebutuhan BBM dan LPG pasca pandemi terus meningkat, sehingga pelayanan bagi kendaraan bermotor dirasakan akan semakin sibuk, termasuk jalan tol yang baru satu tahun lebih beroperasi.
“Mobil tangki bahan bakar pun disiapkan untuk antisipasi sewaktu-waktu jika ada kendala pasokan mendadak,” paparnya.
Pande menambahkan, estimasi awal kenaikan gasoline sebesar 3,2% dan gasoil turun 7,7%. Ia menjelaskan bahwa di Sumbagsel terdapat 599 SPBU, 511 Pertashop reguler, 15 SPBU Kompak, 49 SPBE, dan sekitar 1400 pangkalan LPG.
“Satgas Nataru terus berkoordinasi dengan pihak Kepolisian untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada kemungkinan pengawalan,” imbuhnya.
Selain itu, ia berharap pelayanan online Pertamina Delivery Service (PDS) di daerah perkotaan yang ditargetkan untuk (jemput bola) kepada pelanggan untuk turut digalakan di tiap Kabupaten. Pelayanan ini juga harus diselenggarakan dengan memperhatikan protokol kesehatan para operator dan kelengkapannya.
“Jangan sampai operator lalai menjaga dirinya, karena juga membahayakan orang lain,” ungkap Pande.
Mengenai kesiapan cadangan, pasokan LPG Sumbagsel mampu mencukupi kebutuhan untuk 3,8 hari, premium 8,4 hari, pertamax 5,7 hari, biosolar 5,4 hari, dexlite 3 hari, di mana seluruh pasokan diatur sedemikian rupa agar mempermudah suplai. Sedangkan realisasinya, jelas Pande, untuk gasoline 5,1%, gasoil turun 6,9 %, biosolar turun 3,5%, dan LPG 6,8%.
Respon BPH Migas
Kepala BPH Migas, M. Fanshurullah Asa, mengatakan bahwa selain Satgas Nataru, dirinya menilai penjelasan tentang progres digitalisasi nozzle penting untuk disampaikan.
Ia merasakan implementasi digitalisasi nozzle masih menemui berbagai kendala di lapangan, baik kendala pada ATG (automatic tank gauge) maupun EDC (electronic data capture).
“Komitmennya dari tahun 2018, saat ini sudah berjalan dua tahun,” ujar Ifan, sapaan akrab kepala BPH Migas.
Namun demikian, ia mengungkapkan, memang lebih baik terlambat daripada tidak berjalan sama sekali. Terutama terkait pelaksanaan pencatatan nomor polisi (nopol) konsumen, imbuh Ifan, masih sangat rendah.
“Memang progress sudah dilaporkan 98,8%, jadi masih ada 1,2%, tetapi menentukan,” terang Ifan.
Ia menambahkan, bukan tanpa sebab, pencatatan nopol memang diperlukan bagi penyelenggaraan digitalisasi nozzle. Pasalnya, setiap triwulan BPH Migas selalu menandatangani surat kepada Menteri Keuangan terkait pembayaran subsidi.
“Jika tidak diteken, kacau pemenuhan kebutuhan BBM. Jadi, memang mau tidak mau digitalisasi sangat penting, terkait akurasi verifikasi yang dilakukan BPH Migas,” imbuh Ifan.
Dikatakan olehnya, saat ini pelaksanaan digitalisasi nozzle memang tidak ada pilihan selain melalui cara sampling SPBU dengan jumlah jauh di bawah 5%, sehingga seluruh keakuratan data diserahkan kepada SAP Pertamina. Untuk itu, Kepala BPH Migas menyampaikan bahwa permasalahan implementasi di lapangan memang harus lekas diatasi, termasuk pencatatan manual yang semestinya hanya menjadi data pendukung (back up), namun di lapangan justru masih sering menjadi data utama.
“Pencatatan nomor polisi kendaraan secara nasional baru terwujud 10%, masih harus ditingkatkan,” ungkapnya tegas.
Menurutnya, pembangunan mini SPBU seperti Pertashop harus lebih dipacu lagi, dan bisa juga memakai dana CSR (Corporate Social Responsibility).
“Pertashop semestinya dipacu, alternatifnya bisa menggunakan dana CSR. Keterkaitan dengan aturan di mana dinilai kurang, untuk keperluan khusus percepatan pelayanan bagi rakyat, tentunya bisa diperbaiki. Saya bisa surati Menteri BUMN atau ke Komisi VI DPR RI untuk keperluan itu. Ini hal khusus, percepatan pelayanan untuk rakyat,” ungkap Ifan.
Menjawab ketentuan yang bisa dibantu dana CSR, Ifan mengatakan bahwa Badan Usaha pemohon harus sudah beroperasi minimal selama enam bulan secara sehat.
Senada dengannya, Anggota Komite BPH Migas, Ahmad Rizal, memaparkan akan pentingnya akurasi sasaran dan jumlah dengan cara melakukan cross check kepada konsumen. Sebab, katanya, masih ada temuan pelanggaran di mana Penyalur men-sub-salurkan BBM kepada pihak lain di luar ketentuan.
“Sumbagsel tidak boleh terjadi seperti itu,” beber Rizal.
Terkait digitalisasi, Rizal memaparkan sejak Juni 2020 ia telah melakukan pemantauan terhadap implementasi yang dinilai sukses seperti di Jawa Barat.
“Kalau Jabar saja sampai akhir November ternyata belum, saya yakin tempat lain juga belum. Maka, saya ngeri ketika ada pernyataan 100%,” paparnya mempersoalkan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang implementasinya belum signifikan.
“Saya lakukan checklist, masih banyak berbagai hal perlu dibenahi, orang SPBU dikasih tambahan kerjaan, tidak ada insentif, ini permasalahan,” sambung Rizal.
Selain itu, ia mengungkapkan, perlu adanya keterbukaan agar BPH Migas bisa menawarkan penyelesaian masalah di lapangan melalui jalur persuratan.
Sementara, GM Retail PT Telkom Sumsel, Mustakim mengatakan bahwa PT Telkom senantiasa berusaha menjalankan sesuai dengan komitmen.
“Kalau dikatakan progress sudah 98%, PT Telkom sudah memasang EDC untuk semua di Sumsel. Layanan terus dijaga dan ditingkatkan,” imbuh Mustakim.
Dirinya mengakui bahwa berbagai kendala dan gangguan masih sering terjadi. Namun, PT Telkom terus berusaha mengatasi setiap masalah yang muncul.