Jakarta, ruangenergi.com- Masa depan industri minyak dan gas (migas), pertambangan mineral maupun batu bara (minerba),dan panas bumi (pabum) tergantung pada satu langkah penting, yakni eksplorasi.
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan baik migas, minerba, maupun pabum, untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
Namun apa jadi ketika alat-alat eksplorasi baru saja mau masuk ke suatu wilayah, terhalang oleh masyarakat dengan alasan ganti-rugi, terhalang oleh sikap sekelompok orang yang merasa ingin ‘cawe-cawe’ di dalam kegiatan tersebut; minta jatah, minta dipekerjakan.
Menarik ucapan dari seorang petinggi perusahaan migas asal Indonesia yang mengatakan butuh waktu lebih dari 3 tahun untuk membebaskan tanah di wilayah yang akan dilakukan kegiatan pengeboran eksplorasi migas oleh perusahaan itu. Butuh waktu lama bagi mereka karena masyarakat sekitar mintanya negosiasi, minta yang sudah tidak normal lagi dan tidak sesuai dengan business ethic perusahaan.
Belum lagi gangguan dari lingkungan sekitar, baik itu oknum masyarakat, oknum lembaga, meminta macam-macam, alasannya dana kemaslahatan untuk warga. Padahal, kalau seandainya mereka tahu, sewa alat-alat eksplorasi bukan dalam bilangan angka seratus, dua ratus ribu rupiah per hari, namun jutaan rupiah per hari.
Mencari minyak bumi di Indonesia tidaklah mudah, karena untuk melakukan pengeboran satu sumur minyak diperlukan dana miliaran rupiah untuk satu sumur minyak. Jika gagal tak mendapatkan minyak maka kerugian ditanggung oleh perusahaan minyak.
PT Pertamina Hulu Rokan mengklaim memerlukan biaya 600.000 hingga 2.0000.000 dolar Amerika Serikat (AS) untuk pengeboran satu sumur minyak di kawasan Hulu Rokan, Provinsi Riau. Namun semua itu tergantung kedalaman dari sumur-sumur tersebut.
Laju penembusan (rate of penetration/ROP) sangat mempengaruhi biaya pengeboran. Laju penembusan yang besar dapat menyebabkan biaya pengeboran lebih kecil dibandingkan laju penembusan yang kecil. Hal ini karena pada laju penembusan (ROP) yang besar membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan laju penembusan (ROP) yang kecil. Sehingga hal ini akan mempengaruhi besaran biaya sewa peralatan-peralatan pengeboran. Laju penembusan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu karakteristik batuan, kombinasi WOB (Weigth on Bit) dan RPM (Rotation per Minute), pahat (bit), fluida pengeboran atau lumpur pengeboran serta hidrolika pengeboran.
Kebayangkan, semakin sulit menembus suatu lapisan permukaan tanah untuk mendapatkan potensi hydrocarbon, mineral maupun batubara, termasuk panas bumi, maka akan lama waktu pengeboran plus nambah biaya sewa peralatan dan tenaga kerja.
Seorang sahabat, ahli geologi, bercerita tidak ada angka produksi migas muncul tanpa adanya pengeboran eksplorasi. Lewat eksplorasi dapat diketahui berapa besar cadangan tersimpan yang ada di perut bumi dan berapa besar yang dapat dieksploitasi ke permukaan bumi untuk dimanfaatkan bagi masyarakat luas.
Oleh sebab itu, ada baiknya mulai dari sekarang siapapun di republik ini mulai memikirkan, membantu dan mendukung kegiatan eksplorasi yang dicanangkan oleh perusahaan migas, tambang, maupun panas bumi. Tanpa kegiatan eksplorasi tidak ada hasil migas, tambang maupun panas bumi bisa diproduksikan.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi