Jakarta, ruangenergi.com– Memanasnya suhu udara di berbagai tempat di Indonesia belakangan ini diyakini akibat El Nino.
El Nino adalah suatu fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
El Nino merupakan fase abnormal dalam siklus cuaca Samudra Pasifik yang menyebabkan permukaan air laut yang biasanya dingin menjadi lebih hangat dari biasanya. Hal ini dapat mengganggu pola angin global dan mengubah pola curah hujan serta suhu di berbagai belahan dunia.
Dari sisi energi dan sumber daya mineral, dampak El Nino lebih kepada terjadinya self combustion di tambang batu bara dan hutan gambut.
Self combustion, atau pembakaran spontan, dapat menjadi masalah serius di tambang batubara. Ini terjadi ketika batubara di dalam tambang mengalami pembakaran tanpa adanya sumber panas eksternal. Proses ini disebabkan oleh reaksi kimia dalam batubara yang menghasilkan panas yang cukup untuk mencapai titik penyalaannya sendiri.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi pada self-combustion di tambang batubara:
- Kandungan Karbon Tinggi: Batubara adalah bahan yang mengandung karbon tinggi. Ketika batubara teroksidasi, misalnya, karena terpapar udara, ia dapat menghasilkan panas.
- Kandungan Air: Batubara yang terlalu basah atau memiliki kandungan air tinggi dapat mengalami reaksi kimia dengan oksigen, menghasilkan panas dan uap air, yang selanjutnya dapat memicu self-combustion.
- Pelepasan Gas: Batubara juga bisa melepaskan gas seperti metana selama proses pembentukannya dan pengolahan. Metana adalah gas yang mudah terbakar, dan ketika mencampur dengan udara, dapat menjadi sumber potensial untuk self-combustion.
- Penggalian dan Penyimpanan: Proses penggalian batubara dan penyimpanan dalam jumlah besar dapat menghasilkan tekanan di dalam tambang yang mengakibatkan peningkatan suhu dan self-combustion.
Self combustion di tambang batubara adalah masalah serius karena dapat menyebabkan kebakaran yang sulit dikendalikan, merusak peralatan, mengganggu produksi, dan membahayakan keselamatan pekerja di tambang. Untuk mencegah self-combustion, tambang batubara biasanya mengambil langkah-langkah seperti:
- Pemantauan Suhu: Pemantauan suhu di dalam tambang untuk mendeteksi peningkatan suhu yang tidak wajar yang dapat mengindikasikan self-combustion.
- Ventilasi yang Baik: Meningkatkan ventilasi di tambang untuk mengurangi akumulasi gas beracun dan menciptakan sirkulasi udara yang baik.
- Pengendalian Kandungan Air: Mengelola kadar air batubara untuk mengurangi risiko self-combustion.
- Penggunaan Bahan Kimia Penghambat: Penggunaan bahan kimia penghambat yang dirancang untuk mengurangi risiko self-combustion.
- Pemantauan Metana: Pemantauan metana dan gas lainnya di tambang untuk mendeteksi potensi bahaya.
Pencegahan self combustion sangat penting di tambang batubara untuk menjaga keselamatan dan kelancaran operasi pertambangan.
Self-combustion juga dapat terjadi di hutan gambut. Hutan gambut adalah ekosistem yang terdiri dari lapisan gambut yang sangat tebal yang terbentuk dari material organik yang terurai dengan sangat lambat. Ketika kondisi tertentu terpenuhi, hutan gambut bisa menjadi rentan terhadap self-combustion. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap self-combustion di hutan gambut meliputi:
- Akumulasi Material Organik: Hutan gambut terdiri dari lapisan-lapisan material organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Ketika material organik ini mengalami dekomposisi perlahan, panas dapat terbentuk sebagai produk sampingan.
- Kandungan Air Rendah: Gambut yang kering atau memiliki kandungan air yang sangat rendah menjadi lebih rentan terhadap self-combustion karena kurangnya air dapat menghambat pendinginan dan pemadam api alami.
- Panen Lahan Gambut: Praktik panen hutan gambut yang tidak berkelanjutan, seperti pengeringan lahan gambut dan pembukaan kanal untuk mengalirkan air, dapat mengurangi kandungan air dan meningkatkan risiko self-combustion.
- Cuaca Panas dan Kering: Musim kering dan panas dapat meningkatkan risiko self-combustion di hutan gambut karena peningkatan suhu dan kekeringan dapat memicu reaksi kimia yang menghasilkan panas.
- Tekanan Oksigen: Oksigen dari udara juga dapat masuk ke dalam lapisan hutan gambut, dan jika terjadi reaksi kimia yang menghasilkan panas, oksigen ini dapat mendukung self-combustion.
Self combustion di hutan gambut dapat menghasilkan kebakaran hutan yang sulit dikendalikan dan mengakibatkan kerusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca, dan gangguan terhadap kehidupan fauna dan flora.
Untuk mencegah self combustion di hutan gambut, praktik-praktik berkelanjutan dalam pengelolaan gambut sangat penting, termasuk menjaga tingkat air yang cukup tinggi, menghindari pengeringan lahan gambut, dan memantau suhu dan kondisi lahan secara teratur. Selain itu, tindakan pencegahan kebakaran seperti pembuatan jalur pemadam api juga dapat membantu mengurangi risiko self-combustion di hutan gambut.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi