PLTU Co-Firing

DPR Minta PLN Harus Jamin Tak Ada Pemadaman Listrik

Jakarta, Ruangenergi.comKomisi VII DPR RI menilai kondisi yang terjadi di sejumlah pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang mengalami kekurangan stok batubara.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian, mengatakan, kekurangan stok batubara tidak hanya terjadi di PLTU Suralaya, yang dioperasikan oleh PT Indonesia Power terletak di Cilegon, Provinsi Banten saja, namun juga sejumlah PLTU di Pulau Jawa.

“Komisi VII DPR RI meminta kepada PLN untuk menjamin tak ada pemadaman listrik, kendati ada keterlambatan suplai batubara,” terang Ramson saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI ke PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, kunjungan ini untuk memastikan terjaminnya penyediaan dan pasokan energi listrik bagi masyarakat, khususnya untuk pasokan listrik ke sistem transmisi Jawa, Madura dan Bali.

Ramson menambahkan, ancaman keterlambatan ketersediaan energi primer batu bara ini sebenarnya bukan permasalahan PT PLN Persero atau PT Indonesia Power, tetapi sudah masuk tingkatan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM).

“Keterjaminan dan keamanan energi primer batubara yang 56 persen sebagai energi primer untuk seluruh pembangkit listrik di Indonesia harus aman. Karena kalau suplai energi primer batu bara itu macet ini, menjadi ancaman untuk terjadi pemadaman atau macetnya aliran energi listrik ke masyarakat umum. PLN diamanatkan untuk menyediakan energi listrik bagi masyarakat umum, jadi ini harus di-back up oleh DPR RI dan Kementerian ESDM yang di sektor kebijakannya. Kita akan mengundang Menteri ESDM dan jajarannya membahas masalah keamanan energi primer batubara untuk PLTU-PLTU yang dikelola PLN. Ini harus aman. Harus ada kebijakan pemerintah untuk permasalahan ini,” bebernya.

Lebih jauh, Ramson mengungkapkan, pihaknya juga meminta komitmen vendor-vendor batubara untuk menjaga ketersediaan energi primer yang digunakan PLN untuk mengoperasikan pembangkit listrik.

Selain itu, di sisi lain, Ramson menilai manajemen PLN kurang antisipatif dan proaktif dalam mengantisipasi masalah alam yang terjadi di Kalimantan Selatan. Kekurangan stok batubara yang dialami PLN dinilai lebih kepada permasalahan teknis.

“Strateginya mempersiapkan stok yang lebih besar daripada average stock memang dampaknya cost sedikit lebih besar, tetapi terjadi ketersediaan batubaranya ini yang kurang (diantisipasi) dari direksi PLN,” tandasnya.

Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu menilai kelangkaan batubara ini terkait persoalan nasionalisme.

“Mau harga batubara di luar (negeri) setinggi apapun, dia (vendor batubara) harus penuhi dulu kebutuhan yang ada di dalam negeri. Kalau mau ekspor memanfaatkan nilai harga batu bara tersebut, ya produksinya harus ditambah, bukan memindahkan apa yang harus dikirimkan ke Suralaya malah dikirimkan ke negara lain. Yang jelas kepentingan bangsa harus lebih dulu dari pada kepentingan perusahaan,” terang politisi PDI-Perjuangan tersebut.

Sementara itu, Direktur Utama PT Indonesia Power Ahsin Sidqi menilai kondisi pasokan batubara bagi PLTU ini menjadi pembelajaran. Ia mengakui pasokan batubara sedang sulit.

Menurutnya, perlu strategi konversi pembangkit batubara dengan sumber energi lain, Kendati hal yang tidak mudah untuk mewujudkan hal tersebut, mengingat sumber energi primer yang paling murah untuk digunakan PLN saat ini adalah batubara.

“Terlepas dari apapun sumber energi primer yang digunakan PLN harus tetap mempunyai back up plan terkait dengan kondisi yang terburuk. Jangan sampai tidak ada mitigasi dan merugikan masyarakat,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *