Jakarta, ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra menilai bahwa, penggunaan APBN untuk pensiunkan dini PLTU batu bara menjadi langkah tidak strategis. Sebab, nilai tambah yang didapatkan oleh pemerintah sedikit.
“Ini kami ibaratkan ingin memancing ikan tongkol, tapi menggunakan umpannya pakai ikan kerapu,” kata Daymas dalam keterangan tertulis yang dikutip pada, Selasa (31/10/2023).
Menurutnya, Pemerintah seharusnya bisa lebih melihat dan menelaah kenapa progres percepatan transisi energi di Indonesia berjalan lambat. Padahal Indonesia memiliki potensi EBT yang besar yakni mencapai 3.686 GW yang terdiri dari surya, air, bioenergi, angin, panas bumi, serta yang bersumber dari laut.
Walau demikian, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih sangat kecil, berada di angka 11.612 MW per Juni 2022, atau sekitar 0,3 persen dari total potensi yang ada. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa sektor energi terbarukan masih kurang menarik bagi investor.
“Pemerintah justru harus mendorong ekosistem transisi energi ini supaya lebih menarik, baik melalui kebijakan-kebijakan ataupun insentif dan disinsentif yang menarik investor,” ujar dia.
Meski begitu, dia memahami salah satu alasan kenapa proses transisi energi ini berjalan lambat, salah satunya adalah karena masih terjadinya over supply listrik, yang mana sumber tenaga listrik kita masih 60 persen ditopang oleh PLTU batu bara.
“Pemerintah harus melihat dari poin tersebut, bagaimana permasalahan over supply ini dapat terselesaikan. Barulah kita bisa fokus dalam percepatan transisi energi,” terang dia.
Sebelumnya, Pemerintah telah membuka opsi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai percepatan transisi energi di bidang ketenagalistrikan. Termasuk di dalamnya mempercepat pengakhiran waktu operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Aturan itu ditetapkan dan ditandangani pada 4 Oktober 2023 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Peraturan menteri ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kebijakan transisi energi yang berkeadilan dan terjangkau oleh pemerintah dengan beberapa cara. Termasuk di antaranya pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan atau yang selanjutnya disebut ‘Platform Transisi Energi.’