Ibrahim Hasyim, Mantan Komite BPH Migas periode 2007-2017

Gaet Investor Migas, Ibrahim Hasyim: Berikan Tawaran Menarik, Senyum Lebar dan Tulus

Jakarta, Ruangenergi.com – Mantan Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Periode 2007-2017, Dr Ibrahim Hasyim, mengungkapkan, mengapa investor besar, semakin tidak tertarik untuk berinvestasi di sektor migas di Indonesia.

“Inilah topik yang kami diskusikan bersama dengan Dr. Kurtubi mantan Anggota KOMISI VII DPR RI (2014-2019) dalam sebuah webinar bertemakan Meningkatkan daya saing industri hulu migas di Indonesia,” jelas Ibrahim, (18/09).

Ia menambahkan, dirinya melihat saat ini terjadi perubahan pola investasi di sektor energi. Di mana kata Ibrahim, perusahaan migas raksasa akan melakukan investasi terhadap energi bersih yakni Energi Baru Terbarukan (EBT), ketimbang energi fosil.

“Kami melihat di dunia global sekarang mulai terjadi perubahan prioritas portfolio investasi yang dipercepat oleh Pandemi Covid-19. Produsen-produsen minyak raksasa dunia, mulai lebih suka ber investasi di bidang usaha pengembangan EBT. Bisnis migas katanya sudah bisnis masa lalu,” papar Ibrahim.

Apalagi, beber Ibrahim, sesuai skenario British Petroleum yang mengatakan, tingkat konsumsi minyak dunia sebesar 98 juta barrel perhari di tahun 2019, tidak akan tumbuh lagi dan akan rata sampai 2030 dan setelah itu akan menurun.

Meski demikian, Ibrahim menilai, untuk Indonesia, konsumsi minyaknya masih bisa meningkat, tergantung dari sejauh mana kecepatan dan keberhasilan  pengembangan EBT.

“Karena itulah upaya pencarian minyak harus keras dilakukan. Sekarang saja sudah sekitar separuhnya kita impor,” ungkapnya.

Ia kembali menegaskan, agar pemerintah Indonesia dapat memberikan tawaran yang menarik kepada investor untuk berinvestasi di sektor migas.

“Pasar investasi migas sudah berubah, maka Indonesia perlu investor dengan tawaran model kontrak yang menarik. Itulah kita berharap, agar pada perubahan UU migas 2001 yang kini sedang dibahas DPR, tata kelola migas harus dibuat menarik, supaya produsen besar mau menanam investasi lagi di Indonesia, berupaya mencari ladang baru minyak, yang sudah barang tentu memerlukan investasi sangat besar, beresiko tinggi dan penuh dengan teknologi tinggi,” urainya kembali.

Lebih jauh, Dia menjelaskan, untuk mengebor 1 sumur migas saja, bisa mengeluarkan investasi sebesar Rp 1 Triliun dan itupun belum tentu dapat minyak.

“Itulah sebabnya, maka Pertamina perlu di dampingi investor dunia yang lain, dengan tawaran sistim kontrak yang menarik, seperti dibelahan negara lain. Kondisi sekarang sudah berubah, kita tidak boleh lagi sombong, apalagi ngerecoki, maka berikan kepada mereka Investor Migas, sebuah senyum lebar dan tulus,” tandas Ibrahim Hasyim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *