Hapus Premium, AEPI Minta Pemerintah Jadikan Pertalite Sebagai BBM Bersubsidi

Jakarta, Ruangenergi.com – Pengamat Energi AEPI, Salamuddin Daeng meminta Pemerintah mempertimbangkan untuk menjadikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sebagai BBM bersubsidi menggantikan Premium. Hal ini penting agar selisih harga dengan pasar menjadi tanggung jawab APBN.

“Volume penjualan BBM Pertalite sangat besar, dan jika Pertalite dijadikan BBM subsidi maka pemerintah juga bisa menghapus Premium yang telah dianggap sebagai bahan bakar kotor yang mencemari udara,” kata Salamuddin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Menurut dia, penghapusan Premium juga sangat penting bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai G20 Presidency dan Pemimpin COP 26. Karena ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menurunkan emisi CO2.

“Tidak hanya itu, penghapusan Premium juga akan menjadi bagian dari prestasi Pertamina, meningkatkan peringkat utang dan menurunkan resiko utang Pertamina,” ujarnya.

Lebih jauh ia mengatakan, di tengah kenaikan harga minyak dunia saat ini yang telah menyentuh angka USD 75-80 per barel, Pertamina Patra Niaga sebagai badan usaha niaga umum non BUMN juga terancam akan mengalami kerugian karena tidak memiliki mekanisme penyesuaian harga yang bersifat otomatis.

“Karena tidak ada regulasi pendukung, Pertamina Patra Niaga sebagai sub holding ritel Pertamina bisa mengalami kesulitan keuangan karena menjalankan bisnis BBM yang terpaksa membuatnya rugi,” kata dia.

Salamuddin menambahkan, kondisi ini akan membuat Pertamina sebagai induk holding terancam mengalami pendarahan keuangan diantaranya karena adanya utang yang sangat besar untuk membiayai pengadaan BBM, pembayaran bunga dan utang jatuh tempo.

‘Selain itu juga akan ada piutang subsidi dan pergantian selisih harga yang belum dibayar oleh pemerintah, serta menanggung biaya atas operasi anak perusahaan yang merugi. Sedangkan Patra Niaga sendiri meskipun rugi tak dapat dibubarkan, karena bertanggung jawab mendistribusikan BBM ke seluruh negeri,” papar Salamuddin.

Pertamina Patra Niaga, lanjut dia, juga terpaksa tidak bisa fleksibel dalam menyesuaikan harga jual BBM Non Subsidi karena terkesan ditetapkan oleh Pemerintah. Padahal seharusnya Harga BBM Nonsubsidi menjadi tanggungjawab Korporasi.

“Selain itu tidak adanya dukungan politik dan regulasi terhadap penyesuaian harga BBM Nonsubsidi Pertalite dan Pertamax 92 juga menjadi masalah tersendiri. Pertalite sendiri adalah jenis BBM yang volumenya paling banyak dikonsumsi rakyat, namun harga jualnya konon di bawah harga pokok produksi,” cetusnya.

Menurut Salamuddin, sudah lama berkembang isu bahwa Pertamina Patra Niaga terpaksa menjual rugi BBM Nonsubsidi jenis Pertalite yang jelas bukan BBM subsidi.

“Harga jual Pertalite tidak bisa mengikuti harga pasar yang berlaku sebagaimana harga BBM Nonsubsidi yang dijual SPBU swasta dan asing di Indonesia sehingga terkesan Pertamina Patra Niaga dibiarkan tekor besar. Mungkin saja alasan politik,” tukasnya.

Bahkan, lanjut dia, Pertamax 92 yang merupakan jenis BBM di atas Pertalite juga dipersepsikan BBM subsidi. Sehingga harga jualnya terkesan tidak berani disesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia.

“Padahal kenyataannya pesaing bisnis Patra Niaga sudah melakukan rasionalisasi harga pada jenis BBM RON 90 setara Pertalite dan RON 92 setara Pertamax,” tutupnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *