Jakarta, Ruangenergi.com – Harga minyak dunia saat ini terus melemah, bahkan saat ini sudah berada di bawah harga keekonomian yakni di bawah US$ 20/barel, sehingga membuat kinerja perusahaan minyak dunia menjadi di luar ekspektasi. Ironisnya, di tengah situasi yang tidak menentu tersebut, PT Pertamina (Persero) belum juga merevisi target investasinya tahun ini.
Direktur Eksekutif Emergy Watch Mamit Setiawan menilai, enggannya BUMN Pertamina merevisi target investasi karena tidak memiliki pilihan lain, selain harus tetap melakukan eksplorasi untuk memenuhi harapan pemerintah yang menargetkan produksi minyak bisa menembus angka 1 juta barel per hari di tahun 2025.
“Saya melihat posisi Pertamina memang serba salah sehingga belum juga atau tidak akan merevisi rencana investasi mereka. Karena di sisi lain, mereka sebagai BUMN harus bisa memenuhi target lifting yang diminta Pemerintah, terlepas kondisi harga minyak saat ini yang sangat rendah harganya,” kata Mamit kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/3).
Menurut Mamit, sektor Hulu adalah penyumbang revenue terbesar dalam struktur keuangan Pertamina, sehingga mau tidak mau BUMN terbesar ini harus tetap meningkatkan investasi mereka di sektor Hulu.
“Kegiatan Hulu juga tidak melulu menghasilkan minyak saat ini, karena di situ juga ada kegiatan explorasi untuk tetap mencari cadangan migas baru,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, strategi lainnya yang juga harus tetap dilakukan Pertamina adalah termasuk optimalisasi sumur minyak yang sudah tidak produktif melalui metode-metode tertentu seperti WOWS atau EOR.
“Yang perlu dilakukan oleh Pertamina saat ini adalah efisiensi dalam setiap operasional mereka. Jangan sampai dengan harga saat ini, beban cost per barrel justru terlalu jauh selisihnya dengan harga minyak saat ini. Tidak hanya itu, jika merosotnya harga minyak ini berkepanjangan maka semua kontrak dengan service company juga harus dire-negosiasi kembali,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, rencana investasi Pertamina pada tahun ini meningkat sebesar US$ 7,8 miliar atau sekitar Rp 126 triliun, naik dari tahun lalu sebesar US$ 4,2 miliar. Investasi terbesar dialokasikan ke sektor hulu dengan nilai investasi mencapai US$ 3,7 miliar. Rencananya perusahaan itu akan menggunakan mayoritas dana investasi untuk kegiatan pengeboran sumur migas. (Red)