Jakarta, Ruangenergi.com – PT Pertamina (Persero) diperkirakan mengalami kerugian pada penjualan elpiji 12 kg dan 5,5 kg sebesar kurang lebih Rp 5.000 per kg atau sekitar Rp 291 miliar dengan volume elpiji sekitar 58,3 ribu MT per bulan.
Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, hal itu bisa terjadi jika Pertamina Patra Niaga menetapkan HPP elpiji khususnya elpiji non subsidi 12 kg dan 5,5 kg pada Contract Price Aramco (CPA) USD 538 per MT maka dengan harga CPA di angka USD 800an per MT diperkirakan Pertamina Patra Niaga mengalami kerugian pada penjualan elpiji 12 kg dan 5,5 kg yang cukup signifikan.
“Akan ada kerugian sekitar Rp.5.000 per kg atau sekitar Rp 291 miliar per bulan dengan volume elpiji sekitar 58,3 ribu MT per bulan. Ini angka yang cukup signifikan,” tukasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa jumlah pengguna elpiji non subsidi tabung 12 kg dan 5,5 kg saat ini hanya sekitar 700ribu MT per tahun atau sekitar 58,3 ribu MT per bulan atau hanya sekitar 7,5 persen dari total volume penggunaan elpiji secara nasional.
“Tidak hanya itu, pengguna elpiji 12 kg dan 5,5 kg juga berasal dari golongan mampu, sehingga tidak ada salahnya ketika harga elpiji CPA tinggi seperti saat ini, Pertamina Patra Niaga mengkoreksi naik harga jual elpiji non subsidi 12 kg dan 5,5 kg,” tandasnya.
“Hanya saja akan lebih bijak jika kenaikan harga jual itu dilakukan secara bertahap, misalnya untuk tahap pertama sebesar Rp 2.000 per kg. Namun Patra Niaga harus menjamin kenaikan harga pada masyarakat tidak lebih dari itu,” tambah Sofyano.
Lebih jauh Ia mengatakan, sebagai perusahaan yang tidak termasuk badan usaha milik nigara (BUMN), Pertamina Patra Niaga tidak berkewajiban untuk melanjutkan bisnis non subsidi yang terus mengalami kerugian.
“Dengan statusnya yang bukan BUMN sebagaimana diatur dalam undang-undang maka jika Patra Niaga tetap melanjutkan bisnis non subsidi dengan kondisi rugi, hal ini bisa dipermasalahkan oleh Pertamina selaku Holding Patra Niaga,” kata Sofyano.
“Penyediaan dan pendistribusian elpiji non subsidi yang telah dilakukan oleh perusahaan yang pada dasarnya bukan Badan Usaha Milik Negara, sangatlah janggal dan aneh, karena jika terus dilangsungkan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kecuali jika itu adalah perusahaan BUMN,” lanjutnya.
Sekedar diketahui, seiring dengan terus meningkatnya harga minyak dunia, harga elpiji (Contract Price Aramco-CPA juga terus meningkat setidaknya sejak Mei 2021. CPA di bulan Januari 2021 sebesar 548 USD per MT dan terus naik hingga mencapai 847 USD per MT.(SF)