Jakarta, Ruangenergi.com – PT Adaro Energy Tbk (Adaro) mengatakan, pihaknya mencatat terdapat penurunan laba bersih hingga 47,63% pada semester pertama tahun 2020.
Presiden Direktur dan CEO ADRO, Garibaldi Thohir, mengungkapkan, di paruh pertama tahun ini, perseroan hanya mampu meraup keuntungan sebesar US$155,1 juta.
Ia menambahkan, sementara pada periode yang sama di tahun 2019, perusahaan berhasil membukukan laba bersih sebesar US$296,85 juta.
Menurutnya, pemicu penurunan laba disebabkan oleh keterlambatan ekonomi global serta penurunan aktivitas industri memberi tekanan yang besar terhadap permintaan maupun harga batu bara.
Akan tetapi, perusahaan tetap melakukan upaya maksimal demi mempertahankan kinerja dan likuiditas di tengah pandemi Covid-19.
“Kami tetap memaksimalkan upaya untuk terus berfokus pada keunggulan operasional bisnis inti perusahaan. Selain itu meningkatkan efisiensi dan produktifitas operasi, menjaga kas,” kata Boy sapaan akrabnya, seperti ditulis, (30/08).
Tak hanya itu, lanjut Boy, tentunya juga mempertahankan posisi keuangan yang solid di tengah situasi sulit yang berdampak terhadap sebagian besar dunia usaha,” kata pria yang akrab disapa Boy Thohir ini melalui keterangan resminya di Jakarta beberapa waktu lalu, (30/08).
Ia menambahkan kembali, pendapatan usaha bersih perseroan juga anjlok mencapai 23% secara tahunan menjadi US$1,36 miliar dari US$1,77 miliar. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan harga jual rata-rata sebesar 18% serta penurunan volume penjualan.
Selain itu, kata Boy, penerapan kebijakan lockdown di berbagai negara pengimpor batu bara juga menjadi pemicu penurunan terhadap permintaan listrik industri.
“Walaupun masih harus menghadapi tantangan ini untuk beberapa saat ke depan, kami tetap yakin bahwa fundamental sektor batu bara dan energi di jangka panjang tetap kokoh, terutama karena dukungan aktivitas pembangunan,” tandasnya.
Sebagai informasi, periode ini volume produksi batu bara Adaro tercatat hanya 27,29 juta ton, atau turun 4% year-on-year (yoy). Perseroan juga telah merevisi panduan produksinya untuk tahun ini menjadi 52-54 juta ton.
Adaro, ujarnya, juga mengalami penyusutan nilai aset sebesar 7% dari US$7,16 miliar menjadi US$6,64 miliar. Selain itu, diikuti merosotnya beban usaha hingga 14% menjadi US$98 juta, terutama karena penurunan beban penjualan dan pemasaran serta penurunan biaya profesional.
Sementara, marjin EBITDA operasional tercatat positif 34,2% akibat adanya efisiensi operasi dan pengendalian biaya yang dilaksanakan perseroan. Disisi lain, EBITDA operasional di semester ini mencapai US$465 juta, atau turun 33% yoy akibat penurunan ASP.
Selain itu, perusahaan juga telah merevisi panduan EBITDA operasional untuk tahun ini menjadi US$600 juta – US$800 juta. Langkah itu dilakukan sebagai cermin adanya penurunan estimasi harga jual rata-rata karena melemahnya harga batu bara global.