Ibu Menkeu: BPH Migas yang Harus Kendalikan Volume BBM Bersubsidi Bukan Pertamina

Jakarta, Ruangenergi.com – Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan volume penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubdi dinilai aneh dan tidak tepat karena tidak memiliki dasar hukum.

“Termasuk aneh dan sangat tidak tepat jika sampai MenKeu meminta Pertamina yang mengendalikan volume penjualan BBM bersubsidi. Apa dasar hukumnya Pertamina harus melakukan hal itu?” tanya Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria kepada Ruangenergi.com di Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Sofyano berpendapat bahwa yang dimaksud Menkeu dengan pengendalian pastilah membatasi jumlah pembelian BBM bersubsidi oleh masyarakat. Yang menjadi pertanyaan apakah Pertamina memiliki kewenangan ini?

“Seharusnya Menkeu meminta atau “memerintahkan” pengendalian dan juga pengawasan atas BBM bersubsidi kepada BPH migas, karena ini merupakan kewenangan Badan tersebut. Karena BPH migas yang punya kewenangan menentukan jumlah BBM bersubsidi yang bisa dibeli oleh setiap kendaraan sebagaimana yang dilakukannya lewat SK Kepala BPH Migas RI Nomor 04/P3JBT tahun 2020 yang menentukan batas maksimal jumlah pembelian solar subsidi,” paparnya.

Menurut Sofyano, karena hal ini menyangkut anggaran negara yang ada pada BBM bersubsidi, Menkeu tentunya punya kewenangan meminta BPH Migas menerbitkan SK yang sama untuk BBM Pertalite sebagaimana yang pernah dilakukan terhadap penjualan Solar subsidi.

“Ini lebih tepat daripada meminta Pertamina yang melakukan pengendalian,” ucap pengamat energi ini.

Sofyano bahkan mendorong Menkeu   mengusulkan kepada Presiden agar membentuk Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Nasional untuk pengawasan dan penindakan penyelewengan BBM dan Elpiji bersubsidi yang beranggotakan KPK, TNI, POLRI, Kemenkeu, KESDM, BIN, BAIS, Bepeka, BPH Migas dan Pertamina.

“Akan lebih baik jika SMI mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk Satgas Terpadu Nasional. Saya yakin Satgas ini bisa berperan besar dalam mencegah “bocornya” BBM dan Elpiji bersubsidi akibat murahnya harga jual yang ditetapkan Pemerintah dibanding Harga Keekonomiannya,” tutup Sofyano.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali meminta agar Pertamina bisa mengendalikan volume penyaluran BBM bersubsidi agar postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa tetap terjaga.

“Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu lalu.

Menurut Menkeu, dengan tak terkendalinya penjualan BBM bersubsidi, alokasi subsidi dan kompensasi energi dapat melebihi  pagu anggaran APBN yang sebesar Rp 502 triliun pada tahun ini.

“Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua,” ucap Sri Mulyani.

Seperti diberitakan sebelumnya, per Juli 2022, penyaluran BBM jenis Pertalite telah mencapai 16,8 juta kiloliter. Artinya,  kuota BBM bersubsidi hanya tersisa 6,2 juta kiloliter dari total kuota yang dipatok tahun ini sebesar 23 juta kiloliter. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebelumnya mengestimasikan volume penyaluran bisa mencapai 28 juta kiloliter pada tahun ini.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *