Indonesia Tidak Mempunyai Rencana Yang Dapat Meningkatkan Produksi Migas Yang Signifikan

Jakarta,ruangenergi.com-Untuk mengetahui produksi  minyak dan gas 10 tahun ke depan di Indonesia, maka cukup lihat dari proyek yang onstream, dan memang faktanya saat ini Indonesia tidak mempunyai rencana yang dapat meningkatakan produksi yang signifikan.

Adapun bila mencari dari basin lain yang baru yang diperoleh dari kegiatan eksplorasi, dan anggap saja berhasil ditemukan giant field, maka netes minyaknya baru 20-30 tahun yang akan datang.

“Akan tetapi saat ini sulit pengusaha migas Internasional yang besar yang memiliki banyak uang untuk mau datang ke Indonesia dalam waktu dekat, melihat dari beberapa aspek, baik teknis, administratif maupun politis di dalam negeri,” demikian disampaikan Praktisi Migas Nasional Rudi Rubiandini menjawab pertanyaan ruangenergi.com dalam acara “Edukasi Jurnalis Media Massa Nasional. Operasional dan Tantangan Industri Hulu Migas”, yang diselenggarakan oleh SKK Migas pada Kamis (08/07/2021) di Jakarta.

Rudi juga bercerita bahwa  waktu yang dibutuhkan sekitar 10 tahun dengan biaya antara 100 – 300 Juta$, tetapi tidak ada jaminan berhasil ditemukan migas. kalau tidak berhasil uang investasi eksplorasi tersebut hangus tidak diganti dengan metoda Cost Recovery, hanya kalau berhasil menghasilkan minyak baru bisa dibayar balik sebagai Sunk Cost.

“Pengembalian modal bila berhasil bisa sampai 15-20 tahun. Jadi memang bisnis eksplorasi itu adalah bisnis yang beresiko tinggi dengan biaya yang sangat besar. Maka suka atau tidak suka kita harus mengundang investor besar asing yang benar-benar memiliki uang untuk mau bekerjasama datang ke Indonesia lagi,”pungkas Rudi.

Dalam catatan ruangenergi.com,Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan dari 128 cekungan di Indonesia, sekurangnya ada 10 fokus area eksplorasi dengan potensi cadangan minyak besar (giant discovery). Selain itu, ada dua area baru potensial di laut alam (deep water).

Dari 10 potensi cekungan yang menyimpan potensi cadangan besar itu, enam di antaranya berada di Kawasan Indonesia Barat, yaitu North Sumatera Offshore, Central Sumatera Onshore, dan South Sumatera Onshore. Selain itu, North East Java-Makassar Strait Offshore, Tarakan Offshore, dan Kutai Offshore. Sedangkan di Kawasan Indonesia Timur ada empat, yaitu Button Offshore, Northern Papua Offshore, Bird’s Body Onshore, dan Warim Onshore.

“Dua lagi adalah new deepwater potential area, yaitu Makassar Strait dan Timor-Tanimbar-Sernal,” ujar Shinta Damayanti, Kepala Divisi Eksplorasi SKK Migas, saat berbicara pada diksusi virtual yang diselenggarakan Ikatan Ahli Tehnik Perminyakan Indonesia (IATMI) di Jakarta, Selasa (15/9/2020).

Shinta mengatakan Indonesia saat ini ada 167 wilayah kerja (WK) minyak dan gas konvensional. Sebanyak 142 WK di Bara dan 25 WK di Timur. Di Barat ada 63 WK Produksi, 17 WK Pengembangan, dan 66 WK Eksplorasi. Sedangkan di Timur ada 10 WK Produksi 2 WK Pengembangan, dan 13 WK Eksplorasi. Dari 128 cekungan, 57 di antaranya ada Barat. Ini terdiri aas 14 produksi, 12 ada penemuan, dan 31 belum ada penemuan. Sedangkan di Timur ada 71 cekungan, terdiri atas 6 produksi 13 ada penemuan dan 42 belum ada penemuan.

Shinta mengapresiasi upaya PT Pertamina Hulu Energi Jambi Merang, kontraktor kontrak kerja sama di bawah pengawasan SKK Migas, yang telah menuntaskan Komitmen Kerja Pasti dengan survei seismik dua dimensi (2D) Wilayah Kerja Jambi Merang di area terbuka (Open Area) awal Agustus 2020. SKK Migas bersama KKKS PHE Jambi Merang telah menyelesaikan survei seismik 2D sepanjang 32.200 km atau 107,3% dari target awal 30.000 km.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *